KedaiPena.com – Kondisi Indonesia yang mengalami inflasi energi dan inflasi pangan tapi inflasi intinya landai, diperkirakan akan berpotensi meningkatkan angka pengangguran.
Tercatat September 2022, inflasi tahunan Indonesia adalah 5,95 persen dengan komponennya, inflasi harga yang diatur pemerintah tercatat 13,28 persen, inflasi bergejolak sebesar 9,02 persen, dan inflasi inti hanya 3,21 persen.
Pengamat Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebutkan bahaya dari stagflasi adalah hilangnya kesempatan kerja yang bakal membuat tingkat pengangguran di dalam negeri meningkat.
Tingkat pengangguran di Indonesia hingga Februari 2022 tercatat 5,83 persen, turun 0,43 persen dibandingkan Februari 2021. Namun, belum kembali ke posisi prapandemi sebesar 5,2 persen di 2019.
“Sementara, ada penambahan 4 juta angkatan kerja baru setiap tahunnya yang berpotensi jadi pengangguran. Lantaran, saat stagflasi terjadi banyak perusahaan yang mengalami kesusahan dan memilih menunda merekrut tenaga kerja,” kata Bhima, Selasa (4/10/2022).
Dengan kata lain, angkatan kerja yang baru lulus tersebut tak akan ada yang menampung. Situasi ini dinilai sangat berbahaya, karena awal sebuah negara masuk ke jurang resesi dimulai dari siklus tersebut.
“Serapan kerja yang terganggu akibat perusahaan terdampak kenaikan biaya produksi akan menciptakan vicious cycle dimana pendapatan masyarakat terpukul dan akhirnya perusahaan lakukan efisiensi karena permintaan rendah. Dalam pola resesi ekonomi selalu didahului oleh siklus setan ini,” imbuhnya.
Karenanya, Bhima berharap pemerintah mewaspadai dan mencegah terjadinya stagflasi di Indonesia. Sebab meski pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen, tapi inflasi tetap lebih tinggi di 5,95 persen secara tahunan.
“Harus diwaspadai agar inflasi yang tak sejalan dengan sisi permintaan ini tidak berlangsung lama,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa