KedaiPena.Com – Pemerintah untuk kesekian kali telah menunjukkan ketidakberdayanya kepada korporasi asing yang bernama Freeport Indonesia (PT FI).
Jangankan mensyaratkan PT FI untuk tunduk terhadap UU Minerba dengan mendesak percepatan pembangunan smelter, Pemerintah malah telah mengeluarkan penambahan volume konsentrat untuk dapat diekspor.
Sebelumnya, izin hanya sebanyak 750.000 mton, kemudian naik menjadi 1.1 juta mton. Dan sekarang, di bawah Menteri ESDM baru, Arcandra Tahar, Pemerintah memberikan izin ekspor baru menjadi 1, 4 juta mton.
“Pemerintah kita dikentuti oleh PT FI,” tegas pengamat kebijakan migas, Yusri Usman saat dihubungi KedaiPena.Com, belum lama ini.
‎
“Yang paling saya kecewa atas kebijakan ini adalah Dirjen Minerba, yang telah memberikan rekomendasi ekspor konsentrat kepada PT Freeport. Artinya Dirjen Minerba telah melakukan pelanggaran berat terhadap UU Minerba No 4 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri yang merupakan turunan dari UU Minerba,” tegas dia.‎
Padahal Dirjen Minerba pada tanggal 31 Agustus 2015 dengan surat nomor 1507 / 30/ DJB / 2015 yang ditujukan langsung kepada PT FI mengambil kesimpulan bahwa PT FI tidak beritikad baik dan bermaksud tidak akan menyelasaikan amandemen kontrak karya.
Indikasinya, secara tegas bahwa PT FI tidak taat terhadap UU No 4 tahun 2009 khususnya pasal 169 huruf (b).
Belum lagi soal ketidak seriusan PT FI membangun smelter, persoalan divestasi saham  yang  sejumlah 10,64 persen yang ditawarkan senilai USD 1,7 miliar. Hal tersebut tidak masuk akal tidak tuntas sampai sekarang.
‎
Sementara menurut hitungan Pemerintah sesuai Permen ESDM No 27 tahun 2013 nilai yang wajar adalah USD 630 juta juga tidak direspon oleh PT FI. Pada saat rekomendasi izin ekspor dikeluarkan Dirjen Minerba dan termasuk bahwa PT FI wajib menyetorkan jaminan kesungguhan membangun smelter sebesar USD 100 juta.
“Jadi bukan hanya di UU Minerba pasal 112 dan PP nomor 22 tahun 2010 dan PP nomor 23 tahun 2012 serta PP nomor 77 tahun 2014 yang penuh kotroversi. Akan tetapi terhadap Kontrak Karya (KK) yang telah dicantumkan pada pasal 24 yang sudah dinyatakan dengan tegas bahwa 51 persen sahamnya PT FI harus dijual kepada pihak nasional Indonesia. Hal ini dilakukan selambatnya harus sudah terealisasikan pada tanggal 30 Desember 2011, tapi PT FI‎ tidak pernah serius. Dan anehnya Pemerintah masih saja percaya,” ketus alumnus UGM ini.
(Prw)‎