KedaiPena.Com – Tak seperti minyak goreng yang termasuk barang berlimpah, permasalahan kedelai membutuhkan penanganan yang berbeda. Dan tentunya, dengn langkah yang tepat, kelangkaan kedelai akan membuka peluang Indonesia untuk menjadi eksportir besar kedelai di kemudian hari.
Begawan Ekonomi Rizal Ramli menyatakan barang langka dan sensitif, memiliki cara penanganan yang berbeda. Dan sifat penanganannya memang lebih rumit dan membutuhkan waktu lebih lama, jika dibandingkan barang berlimpah.
“Tak seperti minyak goreng yang termasuk barang berlimpah. Kita ambil tindakan, barang bisa kembali mampu memenuhi kebutuhan. Berbeda dengan kategori barang langka. Yang membutuhkan waktu untuk menyelesaikannya,” kata Rizal disela kunjungannya di Pasar Kramat Jati Jakarta Timur, Jumat (1/4/2022).
Contohnya kedelai, yang sejak tujuh tahun lalu produksinya terus menurun. Hingga tercatat saat ini hanya 270 ribu ton per tahun.
“Kebutuhan kita itu 2,5 juta ton per tahun. Jadilah kedelai masuk ke barang langka. Petani malas tanam kedelai, karena merugi. Kedelai mereka dibeli di harga Rp5 ribu per kilo. Sementara yang kedelai import harganya Rp11 ribu per kilo,” urainya.
Padahal menanam kedelai ini, lanjut RR, relatif tak sulit, karena bisa mengikuti lahan yang sejenis dengan lokasi penanaman jagung.
“Berbeda dengan bawang yang membutuhkan area tertentu. Kalau kedelai, selama tanah itu bisa ditanam jagung, ya bisa ditanam kedelai,” kata RR.
Solusinya, pertama, pemerintah seharusnya memberikan perintah pada BULOG untuk membeli kedelai pada petani dengan harga Rp9 ribu.
“Jadi petani semangat buat nanam kedelai. Bukan menanam ketela atau ubi,” ujarnya.
Kedua, untuk menyiasati hasil panen yang rendah dari jenis kedelai dalam negeri, yang hanya 1,7 ton per hektar, pemerintah harus membantu petani untuk mendapatkan bibit unggul. Sehingga panennya bisa banyak.
“Bandingkan dengan kedelai Brazil atau Argentina, yang panennya mampu mencapai 3,7 ton per hektar. Artinya, ya pemerintah beli bibitnya lah,” ujarnya lagi.
Dengan dua cara ini, dimana petani tidak merugi dan dalam jangka waktu tiga tahun bisa didapatkan hasil panen yang baik, maka kedepannya Indonesia tak perlu lagi impor kedelai.
“Bahkan dalam hitungan saya, lima tahun kedepan Indonesia bisa menjadi eksportir kedelai di Asia. Dan ini sangat mungkin, karena tahu merupakan makanan favorit untuk orang China, Jepang, Korea, Thailand, Taiwan. Pokoknya daerah utara Indonesia suka makan yang bahan bakunya kedelai. Tapi mereka tak bisa tanam. Kedelai hanya bisa ditanam di daerah tropis,” ungkap Rizal.
Dengan kondisi geografis Indonesia, harusnya ini bisa menjadi kesempatan yang bagus.
“Kalau pemimpinnya hebat, maka akan bisa melihat kesulitan dan halangan yang ada sekarang bisa memberikan keuntungan didepannya. Beda kalau pemimpin matanya burem dan pikirannya cupet, ya tidak bisa apa-apa. Seperti pemerintahan yang sekarang,” pungkasnya.
Laporan: Hera Irawan