KedaiPena.com – Pemerintah mengatakan, tidak seluruhnya utang digunakan untuk keperluan produktif. Ada sebagian utang yang digunakan untuk membayar bunga utang yang telah jatuh tempo.
Hal ini ditanggapi sinis oleh anggota Komisi XI DPR Fraksi Partai Gerinda Heri Gunawan. Ia mengatakan, sudah sering mengingatkan tentang pembayaran bunga utang yang menjadi sebab makin melebarnya defisit APBN dan keseimbangan primer.Â
“Hal lain yang juga kita ingatkan adalah penggunaan utang ke sektor-sektor riil dan produktif,” ujarnya di Jakarta, Minggu (21/8)
Ia mengungkapkan, penggunaan uang untuk pembangunan infrastruktur, tidak tepat sasaran. Pasalnya, sektor ini masih- masih terseok. Dan sektor-sektor riil dan produktif pun juga masih mandeg.
“Sebagai contoh, pertumbuhan sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan yang stagnan. Bahkan, sebelumnya hanya menyumbang kurang dari 30 persen PDB (pendapatan domestik bruto). Padahal, sektor itu bisa menciptakan kesempatan kerja di atas 50 persen,” sesal Heri.
Dan, baru sekarang pemerintah mulai mengeluhkan adanya pembayaran utang yang naik signifikan hingga di kisaran Rp180 triliun.Â
Tidak hanya sampai di situ, utang yang 90 persen-nya adalah pinjaman luar negeri itu akan mencapai hampir Rp4.000 Trililiun. Tentunya hal ini akan menbuat cadangan devisa kita terus tergerus.
Padahal, mereka yang secara konstitusi diberi hak spesialis untuk menyusunan APBN dapat tahu dan mengoreksinya sejak awal. Tentunya hal ini bisa mengganggu kredibilitas dan kepercayaan publik dalam hal pengelolaan anggaran oleh pemerintah.
“Kalau mereka tahu tidak sehat, seharusnya dapat dibahas secara internal untuk kemudian dikonsultasikan ke DPR dan dinyatakan ke publik. Sebab secara etika organisasi, pernyataan-pernyataan sepihak yang berbeda-beda bisa mencuatkan persepsi publik yang negatif,” jelas Heri
Maka ke depannya proses penyusunannya harus dilaksanakan secara holistik berdasarkan prinsip-prinsip teknokratis dan akademis oleh pemerintah. lalu, disampaikan ke DPR untuk dibahas dari proses RAPBN menjadi UU APBNÂ
“Dan ringkasnya, kementerian/lembaga sebagai bagian dari institusi eksekutif memegang peranan besar dan menentukan dalam menghadirkan postur APBN yang kredibel hingga bisa dilaksanakan ke tengah-tengah rakyat,” tegas Heri.‎
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (PPR) Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menuturkan, bunga utang akan melonjak pada tahun depan.
“Kurang lebih sekitar Rp 210 triliun lah pembayaran bunga utang tahun depan,” ujar Robert di Jakarta.
Bila dibandingkan, pembayaran bunga utang yang jatuh tempo pada 2017 lebih besar Rp 30 triliun dari bunga utang 2016 yang ada dikisaran Rp 180 triliun. Total utang pemerintah sendiri kata Robert sekitar Rp 3.400 triliun.
Sedangkan berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, utang pemerintah sebesar Rp 3.362 triliun per Juni 2016. Perkiraan rata-rata tingkat bunga utang yang dibayarkan pemerintah yakni 5,2 persen.
Bila melihat data 5 tahun terakhir, utang pemerintah mengalami lonjakan cukup signifikan. Pada 2011 misalnya, total utang pemerintah sebesar Rp 1.808 triliun. Setelah itu, lonjakan utang terus terjadi dari menjadi Rp 1.977 triliun pada 2012, Rp 2.375 triliun pada 2013, Rp 2.608 triliun pada 2014, dan Rp 3.362 pada 2015.‎
(Prw/Apit)