KedaiPena.com – Pengalihan saham Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Mandiri ke Lembaga Pengelola Investasi (LPI) yang dilakukan pemerintah, dan di saat bersamaan menyuntikkan modal melalui HMETD senilai jumlah saham yang dialihkan, dinilai sebagai langkah yang membahayakan untuk menutupi suatu kondisi.
Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), Anthony Budiawan menyatakan langkah itu sebagai langkah akal-akalan.
“Intinya, pemerintah mau menambah modal ke LPI, melalui kepemilikan saham pemerintah di BRI dan Mandiri, agar LPI bisa mendapat dividen dari BRI dan Mandiri. Ya mungkin saja, ini bisa dicek dulu, untuk menutupi kerugian LPI,” kata Anthony, Senin (26/6/2023).
Ia juga menyampaikan bahwa pendirian LPI melanggar UU tentang perusahaan negara.
“Artinya, LPI setiap tahun mendapat suntikan dana dari pemerintah, melalui dividen dari BRI dan Mandiri,” ungkapnya.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengubah struktur kepemilikan saham negara di dua bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) dan PT Bank Mandiri Tbk.
Perubahan struktur kepemilikan saham negara tersebut diatur dalam dua peraturan pemerintah Indonesia yang berbeda yaitu melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 dan 32 Tahun 2023.
Melalui aturan tersebut, pemerintah mengubah struktur kepemilikan saham Negara Republik Indonesia di dua bank pelat merah tersebut. Bila ditotal, saat ini pemerintah memiliki sekitar 53,19 persen saham BRI.
Sementara, terkait perubahan kepemilikan saham negara di Mandiri diatur dalam PP Nomor 32 Tahun 2023. Melalui beleid itu, Jokowi juga menjual sebagian saham milik negara dan melakukan penambahan modal ke Mandiri. Ada juga pengalihan 3,73 miliar saham seri B milik negara di bank tersebut kepada Lembaga Pengelola Investasi.
Dengan demikian, kepemilikan saham negara di Mandiri saat ini adalah 1 saham Seri A dan 24,26 miliar saham Seri B. Bila ditotal, saat ini RI memiliki sekitar 52 persen.
Ekonom senior DR Rizal Ramli, yang juga turut angkat bicara, mengingatkan bahwa kondisi ini sangat berbahaya. Karena bank negara akan mengalami dilusi strategis baik dari segi kepemilikan maupun kontrol atau hak veto negara.
“Bahaya ini! Bank-bank negara akan mengalami dilusi strategik baik dari segi kepemilikan dan kontrol,” ujarnya.
Sebagai informasi, dilusi adalah situasi ketika persentase kepemilikan saham investor mengalami penurunan akibat penambahan modal yang dilakukan perusahaan melalui penerbitan saham baru.
“Ingat bank-bank BUMN punya utang kepada China! Ini rezim koplak biasanya cuma ngutang dan jual asel, bobrok tapi ngaku nasionalis,” katanya.
Laporan: Ranny Supusepa