KedaiPena.Com – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mirip penguasa zaman Multatuli. Ganjar seperti Demang Parungkujang dan Adipati Lebak dalam kisah Max Havelaar yang ditulis oleh Multatuli (Edward Douwes Dekker).
Demikian disampaikan pemerhati sejarah yang juga wartawan senior, Arief Gunawan di Jakarta, Jumat (11/2/2022).
“Dua pejabat bumiputera itu merupakan antek kolonial Belanda yang tidak sudi membela rakyatnya sendiri. Mindset yang sama juga diperlihatkan oleh Ganjar Pranowo. Sebagai Gubernur Jawa Tengah ia tidak mampu membela rakyat Desa Wadas, Purwerojo, Jawa Tengah, yang kini sedang tertindas, karena hak atas tanah yang mereka miliki terganggu,” kata dia.
Ganjar yang belakangan ini rajin melakukan pencitraan karena ingin menjadi calon presiden di Pilpres 2024, menurut Arief, lebih memilih menjadi kaki tangan oligarki ketimbang membela rakyatnya sendiri yang sedang membutuhkan pertolongan. Sebagai elit PDI Perjuangan yang selalu mengusung dan membusungkan diri mengaku sebagai partai wong cilik, ternyata mindset Ganjar nonsense belaka.
Ganjar menafikan ajaran Sukarno, Marhaenisme, yang secara filosofis dan sosiologis esensinya adalah membela hak-hak atas tanah yang dimiliki oleh para petani.
Dalam historiografi nasional rakyat dan wilayah Purworejo juga memiliki peran yang cukup besar dalam era Perang Diponegoro (Perang Jawa). Perang ini esensinya juga merupakan perlawanan rakyat terhadap praktek perampasan tanah yang dilakukan oleh kolonialis Belanda.
“Perang Diponegoro meletus berawal dari kegiatan ukur-mengukur tanah yang dilakukan kolonialis Belanda dan aksi-aksi KNIL,” sambung Arief Gunawan.
KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Leger) adalah pasukan profesional yang anggotanya terdiri dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia. Dengan mendirikan KNIL pada dasarnya Belanda ingin mengadu domba bangsa ini.
Misalnya KNIL asal Ambon dikirim ke Jawa. KNIL Manado dikirim ke Aceh. KNIL Jawa dikirim ke Kalimantan. KNIL Timor disuruh menindas di Palembang, dan begitu seterusnya. Sehingga menimbulkan rasa antipati di kalangan sesama anak bangsa sendiri.
Arief Gunawan juga menilai, sebagai penguasa Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengingkari budaya luhur masyarakat Jawa yang secara filosofis menganggap tanah merupakan hal yang sangat sakral, yang tergambar dalam ungkapan “sadhumuk bathuk sanyari bhumi, ditohi kanti pati …”. Yang esensinya, walaupun tidak seberapa luas tanah yang dimiliki, namun soal tanah adalah soal nyawa.
“Seperti teori cyclical dalam ilmu sejarah yang menyebut bahwa sejarah dapat berulang dengan peristiwa yang berbeda tetapi esensinya sama, peristiwa di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah saat ini adalah contoh berulangnya sejarah. Berulangnya kembali mindset Demang Parungkujang dan mindset Adipati Lebak dalam kisah Max Havelaar, dengan pemeran baru: Ganjar Pranowo,” tandas AG.
Laporan: Muhammad Hafidh