Artikel ini ditulis oleh Memed Sosiawan, Ketua Komisi Kebijakan Publik DPP PKS.
Pada saat berkemah di titik nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Selasa (15/03/2022), Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pembangunan ibu kota negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, mencapai lebih dari Rp460 triliun. Dana itu nantinya berasal dari berbagai sumber, salah satunya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Hitungan sementara 466 triliun rupiah, itu kurang lebih 19-20 persen itu nanti berasal dari APBN,” demikian kata Presiden Joko Widodo.
Selanjutnya, menurut Presiden, butuh waktu 15-20 tahun untuk dapat menyelesaikan megaproyek ini. Oleh karenanya, infrastruktur IKN harus segera dibangun. Meskipun telah disampaikan perkiraan besarnya anggaran IKN, namun tidak tertutup kemungkinan bahwa anggaran IKN akan membengkak atau porsi APBN bisa lebih besar dari 20 persen, sebagaimana terjadi pada proyek Program Strategis Nasional (PSN) lainnya yang dibuat secara tergesa-gesa dan tanpa perencanaan yang matang.
Kementerian PUPR telah menyampaikan usulan anggaran pembangunan IKN hingga 2024 dengan total Rp43,73 triliun. Rincian anggaran untuk pembangunan IKN, tahun ini kebutuhan anggaran yang diperlukan adalah senilai Rp5,07 triliun, tahun 2023 senilai Rp20,47 triliun, dan tahun 2024 senilai Rp 18,18 triliun. Rencananya Kementerian PUPR hanya menangani beberapa pekerjaan dalam proyek pembangunan IKN seperti prasarana dasar, jalan tol, jalan nasional, penyediaan air baku, drainase, dan kantor-kantor pemerintah, termasuk istana negara. Juga dijelaskan bahwa pembangunan di IKN akan menggunakan skema multi years contract (MYC), sehingga kebutuhan anggaran akan terus berlanjut hingga 2024.
Sebenarnya Kementerian PUPR menargetkan pembangunan konstruksi Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN Nusantara dapat dimulai tahun ini. Namun sampai bulan Agustus ini anggaran pemetaan lahan dan konstruksi tahap pertama KIPP IKN Nusantara belum kunjung turun. Belum turunnya anggaran IKN tahun 2022 sebesar Rp5,07 triliun atau sebagiannya bisa disebabkan sebagai imbas memburuknya kondisi perekonomian global, naiknya harga komoditas energi, meningkatnya suku bunga the Fed, sehingga subsidi energi tahun 2022 membengkak sampai lebih empat kali lipat dari rencana awal anggaran subsidi energi.
Pemerintah harus cermat memilih prioritas antara mengalokasikan anggaran IKN tahun 2022 yang tidak akan berjalan efektif karena hanya tersisa waktu empat bulan lagi dan dampaknya belum akan langsung dirasakan rakyat pada tahun ini, atau menambah alokasi anggaran subsidi energi, atau menambah anggaran intervensi untuk program jaring pengaman sosial (Social Safety Net) yang dapat meringankan kesulitan kehidupan rakyat sampai akhir tahun karena memburuknya kondisi perekonomian. Pemenuhan anggaran IKN tahun ini dengan menunda atau mengurangi anggaran subsidi energi atau anggaran jaring pengaman sosial akan dapat semakin menyulitkan kehidupan rakyat yang sudah terbebani dengan kenaikan harga-harga kebutuhan dasar.
Memburuknya kondisi perekonomian global, naiknya harga BBM, meningkatnya angka inflasi, dan meningkatnya suku bunga the Fed, direspon pemerintah diantaranya dengan adanya kebijakan pemerintah yang menahan harga bahan bakar minyak (BBM), LPG 3 kg dan tarif listrik di bawah 3.000 VA selama dua tahun terakhir untuk menjaga daya beli rakyat dan UMKM serta menahan inflasi harga energi. Sehingga Pemerintah juga harus membayar kompensasi kepada PT Pertamina persero dan PT PLN persero karena sudah menahan harga dalam dua tahun terakhir. Total konpensasinya adalah Rp293,5 triliun.
Pada tahun 2022 ini pada awalnya pemerintah telah mengalokasikan subsidi energi sebesar Rp134 triliun dalam APBN, namun pada bulan Mei 2022 ada penambahan subsidi sebanyak Rp74,9 triliun yang terdiri dari penambahan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji sebesar Rp71,8 triliun dan penambahan subsidi listrik sebesar Rp3,1 triliun. Dengan penambahan subsidi tersebut, maka subsidi energi dalam APBN meningkat menjadi Rp208,9 triliun. Subsidi energi ini menjadi subsidi yang tertinggi sepanjang periode pemerintahan Presiden Joko Widodo, sejak 2015 sampai sekarang. Realisasi tertinggi sebelumya adalah pada tahun 2018 dengan subsidi energi sebesar Rp153,5 triliun.
Anggaran belanja subsidi yang tadinya adalah Rp208,9 triliun, diubah lagi menjadi Rp283,7 triliun, karena perubahan asumsi ICP dari US$63 per barel menjadi kisaran US$95 sampai US$105 per barel. Namun dikarenakan konsumsi energi yang meningkat, maka subsidi bisa mencapai Rp284,6 triliun. Dengan adanya pembayaran konpensasi pemerintah kepada PT Pertamina dan PT PLN persero, maka jumlah subsidi energi dalam tahun 2022 bisa bertambah mencapai Rp578,1 triliun. Anggaran subsidi energi 2022 naik lebih empat kali lipat sebesar 431,4 persen dari anggaran awal subsidi energi sebesar Rp134 triliun menjadi Rp578,1 triliun. Besarnya alokasi anggaran subsidi energi tahun ini juga melampaui besarnya anggaran subsidi energi periode pemerintahan SBY, yang alokasi anggaran subsidi energinya paling besar terjadi pada tahun 2014 sebanyak Rp341,8 triliun.
Sebenarnya pemerintah bisa saja memenuhi kebutuhan anggaran IKN sekaligus memenuhi anggaran subsidi energi kalau penerimaan negara terus bertambah (ditandai dengan adanya keseimbangan primer yang positif) karena meningkatnya harga komoditas ekspor atau dengan cara melebarkan defisit anggaran kembali menjadi lebih besar dari 4 persen. Setelah berlakunya Perppu No 1 tahun 2020 yang kemudian disahkan menjadi UU No 2 tahun 2020, defisit anggaran dapat ditetapkan lebih dari 3 persen dan setelah tiga tahun defisit anggaran harus turun kembali menjadi 3 persen.
Pada tahun 2020 defisit anggaran melebar menjadi 6,14 persen untuk anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN), kemudian pada tahun 2021 defisit anggaran dapat dikendalikan turun menjadi 4,57 persen, dan pada tahun 2022 defisit anggaran ditetapkan 4,85 persen. Namun karena membaiknya penerimaan negara dengan naiknya harga komoditas ekspor maka defisit anggaran tahun 2022 diperkirakan akan sebesar 3,92 persen. Defisit anggaran dibawah 4 persen tersebut harus dipertahankan agar tidak terjadi guncangan fiskal karena pada tahun 2023 nanti defisit anggaran harus turun kembali menjadi 3 persen.
[***]