KedaiPena.Com – Jejaring aktivis gerakan reformasi 1998 yang berhimpun di Jaringan ’98 menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia khususnya partai pengusung dan para pendukung Sudrajat-Syaikhu di Jawa Barat (Jabar) dan Sudirman-Ida di Jawa Tengah (Jateng) untuk tidak menelan mentah-mentah hasil hitung cepat (quick count) lembaga-lembaga survei.
Serta terus menjaga keamanan situasi daerah dengan cara memperbanyak doa dan menunggu selesainya penghitungan manual KPU setempat terkait hasil Pilkada 27 Juni 2018.
“Banyak melesetnya angka-angka lembaga survei yang klaim dirinya kredibel dan papan atas. Sebelum pencoblosan kemarin kan mayoritas surveyor bilang bahwa Sudrajat-Syaikhu di Jabar hanya akan mendulang di bawah 10 persen. Demikian pula Sudirman-Ida hanya kisaran 20 persen. Hari ini fakta lapangan menunjukkan anomali dari prediksi mereka. Jadi jangan telan mentah-mentah publikasi yang beredar luas” ujar Jurubicara Jaringan ’98, Ricky Tamba kepada media, Kamis (28/6/2018).
Secara ilmiah, terang dia, quick count hanya mengambil sampling suara kurang dari 10% pemilih TPS dan memiliki kecenderungan deviasi dari jumlah riil penghitungan manual yang tercatat resmi di formulir C1. Sehingga, sebaiknya para saksi partai dan relawan tetap semangat melaporkan hasil dari tiap TPS dan mencocokkan C1 yang sah sebagai bahan rujukan terpercaya untuk penghitungan total suara.
“Namanya juga politik elektoral perebutan kekuasaan, bisa saja banyak pihak yang mengaku intelektual dan cerdas malahan menjadi bagian dari tim sukses serta menjalankan propaganda pesanan pihak tertentu dengan secara ilmiah dan sangat cerdas mengakali hukum statistika. Pilkada Jakarta dan Banten di 2017 lalu adalah contoh nyata kengawuran tersebut,” sindir Ritam, sapaan akrabnya.
Jaringan ’98 mengapresiasi kinerja pihak KPU, Bawaslu dan aparat TNI/ Polri sehingga pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 dapat berjalan relatif kondusif. Walau berdasarkan monitoring tertutup Jaringan ’98, masih ditemui info laporan politik uang, penyalahgunaan kekuasaan dan berbagai kecurangan pemilu yang tak mampu dituntaskan penyelenggara secara cepat dan tuntas.
Problematika yang muncul seakan hendak dilemparkan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) bila memenuhi ambang batas untuk gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), yang kini sangat limitatif menilai hanya berdasarkan patokan selisih suara sehingga mendistorsi prinsip kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif.
“Tetap semangat dan jaga semangat persatuan di akar rumput walau berbeda pilihan. Tenang dan teliti menghitung puluhan juta suara dan memadukan kompilasi C1 sah yang berjenjang mulai dari TPS hingga sampai di KPUD Provinsi masing-masing. Bila ternyata selisih sedikit dan banyak data kecurangan, masih ada hak konstitusional menggugat di MK. Percayalah bahwa Tuhan tak pernah tidur dan kawal hitungan manual KPU siapa pemenang pilkada di 9 Juli 2018 nanti,” saran Ricky Tamba.
Laporan: Ricki Sismawan