KedaiPena.Com – Semangat pembentukan Badan Cyber Nasional (BCN) untuk melindungi insitusi pemerintahan dari penyadapan merupakan hal yang bagus. Namun, bila pembentukan lembaga negara yang digagas Menkopohukam itu tidak dikaji secara matang, maka akan menimbulkan permasalahan di kemudian hari.
Wakil Ketua Komisi I DPR-RI TB Hasanuddin mengingatkan, pemerintah harus memperhatikan beberapa hal dalam pembentukan BCN.
Pertama, imbuh TB Hasanuddin, lembaga itu harus jelas leading sectornya, apakah berada di bawah Kemenkominfo, Kemhan, Lemsaneg atau BIN.
“Misalnya di Amerika Serikat itu ada ‎The National Cybersecurity Center (NCSC). Lembaga ini jelas di bawah Department of Homeland Security (DHS). Tugasnya monitor, mengumpulkan dan berbagi information dalam sistem milik DHS, FBI, NSA, dan DoD,” ujar TB Hasanuddin dalam keterangan pers, ditulis Senin (30/05).
Kedua, TB Hasanuddin menambahkan, pemerintah juga harus menjelaskan posisi, tugas, dan kewenangan BCN. Sebab, lembaga negara lainnya seperti BIN juga memiliki divisi khusus yang menangani ancaman cyber.
“Jangan sampai ini bertabrakan dengan lembaga lain yang juga memiliki pengawasan cyber,” tegas TB Hasanuddin.
Ketiga, sambung TB Hasanuddin, pemerintah harus memaparkan secara jelas tentang kondisi keamanan negara dari ancaman cyber yang dijadikan alasan untuk membentuk BCN. Sebab, paparan dari pemerintah, memberikan kesempatan bagi publik untuk menanggapi BCN tersebut.
Keempat, lanjut TB Hasanuddin, BCN sebagai lembaga negara harus memiliki Undang Undang yang jelas agar ada landasan hukum. Tanpa adanya regulasi, maka setiap perubahan rezim bisa saja lembaga itu sudah tidak diperlukan.
“Kalau hanya Peraturan Presiden, bisa jadi lembaga itu bubar jalan saat pemerintahan baru. Padahal, untuk membentuk lembaga baru ini bukan biaya murah,” tegas TB Hasanuddin.
Selain itu, menurut TB Hasanuddin, bila lembaga itu tidak memiliki Undang Undang, maka tidak menutup kemungkinan akan mengancam kebebasan masyarakat untuk berekspresi.
“Kalau tak ada Undang Undang, bisa saja lembaga itu ternyata memiliki fungsi surveillance atau penyadapan yang bisa menghambat kebebasan masyarakat untuk berekspresi di dunia maya. Di Amerika saja kewenangan badan cyber dalam melakukan surveillance diatur dalam UU Freedom Act 2015,” kata TB Hasanuddin.
Terakhir, TB Hasanuddin menegaskan, BCN harus dengan prinsip kemandirian bangsa, karena menyangkut keamanan sistem dan data negara Indonesia, tanpa perlu pelibatan negara besar lainnya seperti China atau Amerika Serikat.
“China dan Amerika Serikat saja sering dibobol oleh hacker. Bahkan, kedua negara itu kerap terlibat perseturuan dalam soal cyber security. Jangan lupa kasus Julian Assange dengan situs ‘Wikileaks’nya yang terus menerus sanggup meretas dokumen dan informasi rahasia Amerika Serikat,” pungkas TB Hasanuddin.
(Prw/Apit)