Artikel ini ditulis oleh Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies).
Mahkamah Konstitusi telah berkhianat terhadap Ibu yang melahirkannya, yaitu DPR/MPR. Anak durhaka Mahkamah Konstitusi sudah merampas wewenang DPR secara tidak sah dengan melanggar konstitusi, merampas wewenang Open Legal Policy DPR terkait persyaratan batas usia capres-cawapres.
Oleh karena itu, anak durhaka Mahkamah Konstitusi ini harus dihukum seberat-beratnya. Dibekukan alias dibubarkan.
Caranya sederhana. Anggota MPR yang terdiri dari anggota DPR dan DPD mengusulkan perubahan dan penghapusan Pasal-Pasal terkait Mahkamah Konstitusi, khususnya Pasal 24C UUD. Sebagai konsekuensi, tugas Mahkamah Konstitusi, selain proses pemakzulan presiden dan wakil presiden, diserahkan kembali ke Mahkamah Agung. Sedangkan proses pemakzulan presiden dan wakil presiden dilaksanakan langsung oleh MPR, atas permintaan DPR.
Usulan perubahan konstitusi untuk membubarkan Mahkamah Konstitusi cukup 1/3 anggota MPR, atau 237 anggota dari total 711 anggota MPR. Jumlah persyaratan ini mudah dipenuhi. Jumlah anggota MPR yang berasal dari 5 partai politik (PDIP, PPP, Nasdem, PKB, PKS), di luar Koalisi Indonesia Maju yang mencalonkan Gibran sebagai wakil presiden, sudah berjumlah 314.
Selain itu, usulan pembubaran Mahkamah Konstitusi juga dapat dipastikan akan mendapat dukungan luas dari anggota MPR unsur DPD.
Setelah itu, sidang MPR siap dilaksanakan.
Sidang MPR sah kalau dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR, dan putusan sah apabila disetujui oleh 50 persen plus 1 anggota dari seluruh anggota MPR, atau 356 anggota, dengan asumsi seluruh 711 anggota MPR hadir dalam sidang.
Hampir dapat dipastikan, mayoritas anggota MPR akan setuju dengan usulan pembubaran Mahkamah Konstitusi yang telah merampas kedaulatan DPR/MPR dan kedaulatan rakyat. Sembilan hakim konstitusi sudah bertindak melampaui wewenangnya, menjadi alat tirani, dan menciptakan pemerintahan tirani.
Setelah Mahkamah Konstitusi bubar, MPR kemudian dapat menjalankan sidang pemberhentian presiden terkait dugaan pelanggaran presiden. Antara lain, Gibran Gate, Rempang Gate, IKN Gate, Kereta Cepat Gate, Omnibus Gate, PCR Gate, dan masih banyak lainnya.
Semua proses ini bisa dilaksanakan dengan sangat cepat. Hanya dalam satu atau maksimal dua bulan, pembubaran Mahkamah Konstitusi dan pemakzulan presiden dapat dituntaskan secara damai dan konstitusional.
Setelah itu, tanpa Mahkamah Konstitusi dan tanpa Jokowi yang selama ini sibuk cawe-cawe di pilpres ini, pemilu dan pilpres yang akan datang dipastikan akan berjalan damai, jurdil, dan netral.
Untuk itu, rakyat harus menuntut DPR/DPD/MPR agar segera membekukan Mahkamah Konstitusi dalam waktu secepat-cepatnya, demi meraih masa depan Indonesia yang lebih baik, demi menyelamatkan Indonesia.
Kepada seluruh rakyat Indonesia, mari bersatu merebut kembali Kedaulatan Rakyat dari Mahkamah Konstitusi.
Selamatkan Indonesia!
[***]