Artikel ini ditulis oleh Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, CEO Narasi Institute.
Kabar gembira berasal dari Satelit Republik Indonesia 1 atau SATRIA-1 yang suskes diluncurkan dari fasilitas militer di Florida, AS pada Senin 19 Juni 2023.
Satelit tersebut merupakan satelit internet pertama milik Pemerintah Indonesia meluncur menggunakan roket Falcon 9 dari SpaceX, perusahaan milik Elon Musk.
Namun kegembiraan peluncuran satelit tersebut dibayangi skeptisme publik akibat korupsi pembangunan infrastruktur BTS 4G yang diduga melibatkan Menkominfo Johnny G Plate.
Suasana kegembiraan pelucuran SATRIA-1 tersebut tidak terlihat antusias di hadapan publik.
Publik Skeptis Program Percepatan Internet Wilayah 3T dan Peluncuran Satelit SATRIA-1
Ketidakantusiasan publik terkait peluncuran SATRIA-1 tersebut karena satelit tersebut dihadirkan untuk mempercepat internet wilayah terdepan, tertinggal, terluar (3T).
Bukan tanpa sebab, program percepatan internet pemerintah sebelumnya saat ini menjadi pembicaraan publik.
Hal ini disebabkan program pemerintah untuk memperlancar internet di wilayah wilayah terdepan, tertinggal, terluar (3T) sudah tercoreng akibat kasus korupsi yang diduga melibatkan Menkominfo Jhonny G Plate.
Dana Proyek Satelit Satria-1 dari Utang
Satelit Satria-1 merupakan proyek strategis nasional seperti tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Proyek stategis nasional tersebut tidak disambut antusias oleh publik selain program serupa dijadikan bancaan korupsi, proyek satria-1 tersebut dibiayai dari utang yang membebani keuangan negara di masa depan.
Biaya pembuatan dan peluncuran satelit Satria-1 tercatat sebesar USD 545 juta atau setara dengan Rp7,68 triliun.
Nilai tersebut didapat dari porsi ekuitas APBN sebesar USD 114 juta setara dengan Rp1,61 triliun dan porsi pinjaman sebesar USD 431 juta atau setara dengan Rp6,07 triliun.
Sumber Pembiayaan Satelit SATRIA-1 Dari Konsorsium Internasional
Menurut Kominfo pada 28/2/2021, Pinjaman untuk membiayai SATRIA-1 didanai oleh Utang dari berbagai konsorsium intenasional seperti lembaga keuangan Prancis yaitu BPI France, Banco Santander, HSBC Continental Europe, dan The Korea Development Bank (KDB), dan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB).
Cangkang yang digunakan adalah PT Satelit Nusantara Tiga (SNT) merupakan pekerjaan yang menggunakan teknologi High Throughput Satellite (HTS) produksi Thales Alenia Space (TAS) dari Prancis, dengan roket peluncur dari Falcon 9-5500 milik Space-X.
Proyek satria-1 rawan markup biaya karena banyak ketidaktauan penyelenggara negara dan auditor negara seputar berapa biaya sebenarnya dari peluncuran satu satelit.
Rawan Korupsi Peluncuran Satria-1
Satria-1 ditargetkan berfungsi secara bertahap mulai Januari 2024. Satelit ini diluncurkan untuk menciptakan pemerataan pembangunan, terutama infrastruktur digital di pusat-pusat layanan publik seluruh Indonesia.
Berdasarkan studi terbaru BAKTI Kemenkominfo pada 2023, SATRIA-1 dengan kapasitas 150 Gbps akan menghadirkan layanan internet di 50.000 titik fasilitas publik.
Proyek BAKTI yang lain yaitu infrastruktur BTS 4G di wilayah 3T dinyatakan dikorupsi oleh Kejagung dari anggaran Rp10 Triliun, yang digunakan hanya Rp2 triliun dan diduga dikorupsi Rp8 triliun.
Dengan dugaan yang sama, besar kemungkinan proyek Satria-1 juga dijadikan bancaan sebabnya karena proyek strategis tersebut dikelola oleh satuan kerja yang sama di Kominfo.
Kejagung Harus Berani Kembangkan Dugaan Korupsi BTS 4G
Pemenang tender Satelit Satria-1 ada enam entitas yang diumumkan pada pada 13 Januari 2021 lalu.
Dari keenam pemenang tender tersebut sebagai kontraktor layanan Penyediaan Kapasitas Satelit Telekomunikasi dan Layanan Internet untuk Transformasi Digital. Sedangkan pemiliknya adalah Pemerintah Indonesia.
Berdasarkan hasil tender, total kapasitas satelit dari enam pemenang sebesar lebih kurang 9 Gbps yang direncanakan untuk melayani lebih kurang 4.574 lokasi layanan akses internet.
Pihak Kejaksaan Agung sebaiknya memeriksa juga keenam perusahaan pemenang tender pengadaan satelit SATRIA-1. Bila terbukti ada pidana korupsi dalam penyelenggaraan SATELIT SATRIA-1 bisa jadi karena pemilik proyek adalah satuan kerja yang sama dengan proyek BTS 4G di Kominfo.
[***]