KedaiPena.com – Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) atau Indonesian Logistics & Forwarders Association (ILFA) menyatakan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) membutuhkan konektivitas infrastruktur yang terintegrasi.
Ketua Dewan Pembina ALFI/ILFA Yukki Nugrahawan Hanafi menyatakan pengembangan infrastruktur yang mendukung energi terbarukan di Indonesia adalah langkah kunci dalam transisi energi menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan
Ia menyebutkan banyak sumber energi terbarukan di Indonesia berada di daerah yang relatif kurang terjangkau, khususnya di wilayah Indonesia Timur yang jaringan infrastrukturnya belum maksimal dibandingkan dengan di Indonesia bagian barat.
“Indonesia memiliki peluang besar mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan,” kata Yukki, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/2/2025).
Oleh karena itu, ia menyatakan sejak awal ALFI mendukung program Pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk bertransformasi mengembangkan energi terbarukan.
“Namun, dalam kaitan ini tentu diperlukan investasi besar guna pengembangan infrastruktur, khususnya infrastruktur transportasi dan konektivitas logistik menunjang industri energi terbarukan,” ujarnya.
Ia menilai, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan energi terbarukan. Dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, seperti matahari, angin, air, dan geotermal, Indonesia berada dalam posisi strategis untuk meningkatkan ketahanan energi serta mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Ia mengilustrasikan, di wilayah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan curah hujan yang lebih sedikit dibanding dengan daerah lainnya sangat cocok untuk pengembangan solar energi melalui pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Sedangkan di wilayah Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat, memiliki potensi angin yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi energi angin. Selain itu, Indonesia juga memiliki banyak sungai dan wilayah dengan ketinggian yang cocok untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
“Dan hal yang paling potensial adalah pengembangan geotermal atau energi panas bumi mengingat Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan potensi geotermal terbesar di dunia, yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik,” ujarnya lagi.
Namun, menurutnya, potensi tersebut belum sepenuhnya dimaksimalkan dan dalam satu tantangan utama yang dihadapi adalah infrastruktur transportasi dan logistik yang belum optimal di daerah-daerah tersebut.
![](https://assets.kedaipena.com/images/2025/02/IMG-20191203-WA0008.jpg)
“Banyak sumber geotermal di kawasan Indonesia Timur yang belum dikelola karena letaknya yang dirasa sulit terjangkau akses transportasi sehingga dibutuhkan pengembangan infrastruktur tersebut,” kata Yukki lebih lanjut.
Ia menyatakan pengembangan infrastruktur transportasi sangat krusial karena sangat diperlukan mulai dari eksplorasi hingga pengembangan dan distribusi hasilnya memerlukan infrastruktur transportasi yang memadai.
“Padahal, banyak lokasi dengan potensi energi terbarukan berada di daerah terpencil, sehingga pembangunan akses jalan dan infrastruktur transportasi lainnya sangat penting untuk mempermudah pembangunan pembangkit listrik dan distribusi,” paparnya.
Ia pun menggarisbawahi bahwa kebutuhan infrastruktur transportasi tidak hanya untuk eksplorasi, tetapi juga untuk mendukung proses distribusi nantinya guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional sesuai harapan Pemerintahan Prabowo-Gibran yang menargetkan ekonomi Indonesia bisa tumbuh delapan persen dalam beberapa tahun ke depan.
“Yang terpenting dari semua itu, salah satu aspek utama dalam pengembangan energi terbarukan adalah memastikan bahwa energi yang dihasilkan dapat didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia demi kepentingan seluruh masyarakat,” paparnya.
Pemerintah Indonesia telah mencanangkan sejumlah kebijakan untuk mendukung pengembangan energi terbarukan, seperti Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan target penurunan emisi gas rumah kaca.
Untuk mencapai tujuan ini, menurutnya, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat penting. Ia merekomendasikan tiga Langkah strategis untuk mencapai hal tersebut.
Pertama, pemberian insentif. Pemerintah dapat menawarkan insentif untuk menarik investasi di sektor energi terbarukan, seperti pemberian insentif pajak, subsidi pembelian teknologi, atau kemudahan dalam perizinan proyek.
Kedua, kemitraan pemerintah-swasta. Pengembangan infrastruktur energi terbarukan memerlukan modal besar, oleh karena itu diperlukan kerjasama antara pemerintah dan sektor swasta melalui skema kemitraan agar dapat membantu mempercepat pembangunan infrastruktur.
“Ketiga, peningkatan sumber daya manusia. Pengembangan SDM yang memiliki keahlian dalam teknologi energi terbarukan juga sangat penting untuk memastikan keberlanjutan dan pengelolaan infrastruktur yang dibangun,” pungkas Yukki.
Laporan: Ranny Supusepa