KedaiPena.Com – Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto mengusulkan, agar pelaku pemerkosaan bernama terhadap 12 santriwati bernama (HW) di Cibiru, Bandung, Jawa Barat (Jabar) perlu mendapatkan hukuman kebiri. Yandri sangat mengecam perilaku tersebut khususnya pelakunya adalah seorang yang paham agama.
“Pasti kita kecam sekeras-kerasnya dan itu tindakan yang keji dan kejam. Oleh karena itu, pelakunya harus dihukum seberat-beratnya,” ungkap Yandri ditulis, Jumat, (10/12/2021).
Yandri menilai hukuman kebiri perlu dilakukan lantaran tindakan HW sangat sadis sehingga perlu (dikebiri).
“Sebagai tindakan untuk efek jera itu perlu dikebiri, karena ini kan kejahatan yang sangat sadar dia lakukan dan karena berulang-ulang, banyak korbannya, dilakukan beberapa tempat jadi ini sangat sadis ini,” imbuhnya.
“Supaya menjadi pesan khusus kepada para pedofil atau pelaku kekerasan seksual untuk hati-hati bawa ancamannya sangat berat, dan itu harus dikasih contoh dulu. Boleh ini dihukum seberat-beratnya, termasuk dikebiri,” sambungnya.
Yandri pun memandang, agar para korban kelakuan keji HW harus direhabilitasi. Oleh sebab itu, Waketum PAN itu mendorong semua pihak terus memberikan edukasi terkait pentingnya penghapusan tindak kekerasan seksual, terutama di lingkungan pendidikan.
“Para korban mohon direhabilitasi mentalnya sehingga bisa kembali hidup normal. Dan yang paling penting, ini menjadi pelajaran paling berharga bagi semua pihak, sebagai pemerintah, atau DPR, atau masyarakat, termasuk dari kalangan pimpinan pesantren. Dengan momentum ini perlu adanya semacam konseling atau pendidikan tentang kekerasan seksual di pondok pesantren,” beber Yandri.
Yandri menyayangkan tindakan pemerkosaan oleh tokoh agama dan meminta agar aparat hukum mendalami modus operasi yang dilakukan HW. Hal ini, lantaran aksi pemerkosaan dilakukan secara berulang dan memakan banyak korban.
“Karena ini sangat membuat kita terkejut. Bagaimana bisa seorang kiai itu bisa menghamili banyak orang. Dan yang saya baca itu sudah ada korban yang beberapa melahirkan. Nah, ini ada apa, perlu digali, bagaimana modus operasinya sehingga bisa berulang-ulang,” pungkas Yandri.
Laporan: Muhammad Hafidh