KedaiPena.Com – Ketersediaan air bersih akan berpengaruh langsung pada kesehatan lingkungan secara umum. Dampak ini juga akan dirasakan langsung pada masyarakat. Kondisi kekeringan yang panjang memicu krisis air di beberapa wilayah di Indonesia. Masyarakat harus bisa beradaptasi dan mengantisipasi dampak krisis air bersih ini. Salah satu upaya memanfaatkan air hujan.
Untuk lebih memahami pemanfaatan air hujan, mahasiswa jurusan Kesehatan Lingkungan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta melakukan kunjungan ke Sekolah Air Hujan Banyu Bening, Sleman, 23 Oktober 2023.
Kunjungan ini dilkukan juga dalam rangka melakukan kegiatan perkuliahan dan praktek bagi mahasiswa Program Studi Sarjana Terapan Sanitasi Lingkungan dalam mata kuliah Rekayasa Sanitasi. Kunjungan diikuti 22 mahasiswa dan 3 dosen pembimbing.
Harapan dari kunjungan ini agar masyarakat dari berbagai wilayah di Indonesia, ada dari NTT, Medan, Makassar, Palembang, Bengkulu, Kepri, Jakarta, Klaten, Yogyakarta.
Kepala Sekolah Air Hujan Banyu Bening Bapak Kamaludin dalam sambutannya berharap agar para mahasiswa akan tersebar di seluruh Indonesia sebagai “Agent of Change”.
“Dan kebetulan jurusan Kesehatan Lingkungan ini mempelajari juga tentang air hujan dan pemanfaatannya, sehingga ketika mahasiswa kembali ke tempatnya masing-masing, bisa mengembangkan dan menggerakkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi memberdayakan masyarakat terkait air hujan. Apalagi air tanah saat ini banyak tercemar, baik kimia maupun mikrobiologi,” ujar dia.
Sementara, Dosen Pembimbing Haryono berharap ilmu yang didapat oleh mahasiswa mampu mengedukasi masyarakat yang mengalami kerentanan air bersih, agar tetap terjaga kesehatan sanitasinya.
Dalam paparannya, Founder Sekolah Aur Hujan Banyu Bening, Sri Wahyuningsih menyampaikan, masyarakat harus menjadi bagian yang memberi solusi masalah kesulitan air dengan mengoptimalkan pemanfaatan air hujan.
“Air hujan harus dikelola dengan baik dan optimal untuk menjaga ketersediaan air masa-masa kemarau seperti ini. Upaya ini juga untuk menjaga kesehatan lingkungan, tidak terkecuali terjaganya kesehatan sanitasi masyarakat,” ujar Ning, sapaannya.
“Sampai saat ini, masih ada masyarakat yang untuk mendapatkan akses air bersih, butuh waktu 8 jam, dan masih harus mengantri. Seperti yang disampaikan Abdul, mahasiswa dari NTT. Masyarakat harus paham air hujan menjadi solusi bagi mereka. Di sinilah perlunya contoh dengan aksi nyata sebagai ketauladanan bahwa mengkonsumsi air hujan baik-baik saja,” papar Ning.
Banyak masyarakat ragu dengan air hujan karena dianggap tidak higienis. Inilah pentingnya SOP yang jelas dalam menampung air hujan, agar air hujan terjaga higienitasnya.
“SOP-nya sangat sederhana, pasca kemarau panjang, hujan pertama, kedua lewatkan, yakinkan dulu atap sudah bersih, kalau sudah yakin bersih, hujan berikutnya lewatkan 10-20 menit. Selanjutnya tampung dengan wadah yang bersih dan saring (filter) dengan kain putih halus, dan atas kasih dacron (filter aquarium) setelah itu di tutup rapat dan disimpan, hindarkan dari sinar matahari langsung agar tidak memunculkan lumut,” jelas Ning.
“Semoga kunjungan pembelajaran bersama mampu menjadikan generasi-generasi cerdas dan kreatif, tidak mudah manut atau ikut-ikutan branding merk saja. Tapi, mau melakukan inovasi pengembangan dan menerapkannya,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi