KedaiPena.Com – Politikus PDI Perjuangan, Arteria Dahlan, mengungkapkan bahwa polemik yang kembali terjadi antara PT Freeport Indonesia (PTFI) dengan Pemerintah Indonesia. Ini adalah bukti bahwa keberadaan PTFI di nusantara hanya membuat kacau saja.
“Banyak bikin kacaunya dari pada kontribusinya kepada negara. Lagi pula selama ini mereka mengesankan seolah-seolah sudah banyak berbuat dan banyak berkontribusi,” papar Arteria kepada KedaiPena.Com, Jumat (24/2)
“Padahal selama ini yang mereka berikan juga jauh lebih kecil dari kontribusi pejuang devisa, para buruh migran yang bekerja di luar negeri,” lanjut dia.
Freeport, kata Arteria, juga bukan cuma perusahaan. Tapi,sebuah tatanan imperialis yang terus menghisap perekonomian bangsa.
Karena, dari 50 tahun keberadaan PT Freeport di Indonesia hanya memberikan sebesar Rp7 triliiun kepada pemerintah. Padahal, keuntungan mereka dalam sehari bisa triliunan.
“Sama kaya Belanda di jaman dulu. Belanda juga bangun infrastruktur jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, sekolah dan kesehatan. Tapi kan tetap saja prakteknya kan imperialis dan penjajah,” beber dia.
Dan untuk permasalahan yang sedang dihadapi pemerintah saat ini, anggota komisi II DPR RI ini menyarankan, sebaiknya pemerintah tetap dapat menegakan konstitusi sesuai UUD 45.
“Karena jelas bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan. Ya kita tegak lurus saja sama konstitusi. Suruh hengkang saja, karena mereka sudah keterlaluan,” jelas dia.
“Jadi kali ini kita harus lawan mereka, kita audit seluruh perijinan, audit forensik, audit fisik termasuk juga perijinan mereka dengan lingkungan hidup. Jangan hanya kaya malaikat mereka, dosa mereka itu panjang,” pungkas pemerhati hukum bisnis ini.
Seperti diketahui, Pemerintah telah mengumumkan perubahan status operasi Freeport dari status KK menjadi status Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pada 10 Februari lalu.
Perbedaan kedua status operasi tersebut adalah posisi negara dengan perusahaan dalam KK setara, sedangkan dalam IUPK posisi negara yang diwakili pemerintah lebih tinggi selaku pemberi izin.
Dalam IUPK, skema perpajakan bersifat prevailing atau menyesuaikan aturan yang berlaku. Perusahaan juga dikenai kewajiban melepas sahamnya sedikitnya 51 persen kepada Pemerintah Indonesia atau swasta nasional.
Akan tetapi, PT Freeport menolak itu semua dan mengancam akan membawa Indonesia ke ‘Arbitase Internasional’.
Laporan: Muhammad Hafidh