KedaiPena.Com – Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka mengatakan bahwa, Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Migas antara Pertamina dan PGN tidak mempunyai dasar hukum yang jelas. Rieke sapaanya menilai PP 72 Tahun 2016 tidak dapat dijadikan landasan hukum.
Untuk diketahui, jika mengacu Undang-undang BUMN Tahun 2003 nomor 19 menyatakan bahwa setiap aksi korporasi perusahaan plat merah harus mendapatkan persetujuan dan pengawasan dari DPR. Hal itu berbeda jika melihat PP 72 tahun 2016 yang justru tidak melibatkan DPR dalam pembentukan holding.
Kebijakan soal Holding BUMN sendiri sudah berjalan di dua sektor yakni Holding BUMN Pertambangan dan Holding Migas yang direalisasikan pada tahun 2017 dan 2018 ini.
“Sekarang holding itu dasar hukumnya apa? Ini negara kan itu yang diholding perusahaan negara, harus pakai dasar hukum dong, memang perusahaan embahnya? Kan bukan,” jelas Rieke saat di Jakarta, selasa (30/1/2018).
Rieke mencontohkan, perusahaan media saja yang ingin melakukan holding atau pengabungan harus sesuai dengan AD/ART yang ada. Kok, perusahaan milik negara tidak mempunyai dasar untuk melakukan holding.
“Itu butuh proses, dan sekali lagi saya yakin Komisi VI ini bukan mau menghalang-halangi atau menghambat kinerja perusahaan pemerintah, tidak,” tegas Rieke.
“Kita justru ingin benar-benar mau BUMN ini menjadi salah satu ‘backbone’ ekonomi negara dan memberikan penghidupan agar roda ekonomi menengah ke bawah juga jadi jalan. Bukan jadi beban negara,” sambung Politikus PDIP ini.
Selain itu, Rieke juga meyakini, holding tidak akan membereskan permasalahan yang ada di tubuh BUMN-BUMN Migas tersebut. Rieke menyebut perbedaan kultur menjadi alasan mandegnya perubahan ke arah positif.
“Kulturnya berbeda, juga ada persoalan yang sebenarnya harus dibereskan di dalam setiap perusahaan itu. Tidak bisa perusahaan-perusahaan yang terindikasi bermasalah dan masalahnya berat itu mau digabungkan begitu saja,” tandas Rieke.
Laporan: Muhammad Hafidh