KedaiPena.Com- Aktivis 98 Uchok Sky Khadafi menilai, meski PDIP merupakan partai pengusung utama rezim pemerintahan Jokowi-Ma’ruf namun dalam beberapa kesempatan justru mereka banyak berseberangan dengan pemerintah.
“Pertama misalnya, mereka kritik Pemerintah Jokowi soal perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode atau menambah tahun jabatan untuk Presiden Jokowi,” kata dia, Jumat,(28/10/2022).
Sikap demikian, lanjut Uchok, seperti tidak mencerminkan layaknya sebagai partai pengusung pemerintah.
“Ini namanya oposisi terbuka dari internal koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin. Bentuk oposisi yang dilakukan oleh PDI P adalah kritik kepada Pemerintah Jokowi,” jelas dia.
Akibat kritik PDIP ini, Uchok menduga, wacana tambah 3 periode untuk Jokowi, atau menambah tahun jabatan untuk Presiden Jokowi untuk sementara waktu diarsipkan kalau meminjam istilah KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) itu.
“Namun wacana ini bisa kambuh kembali pada saat waktu nanti.
Malahan wacana yang muncul saat ini adalah, kalau 3 periode untuk Jokowi, atau menambah tahun jabatan untuk Presiden Jokowi di tolak publik dan PDIP, maka boleh dong, Presiden Jokowi untuk mencalonkan menjadi wakil Presiden. Tapi, hal ini banyak ditolak rakyat, karena bertentangan dengan Undang-undang Dasar,” beber Uchok.
Tak berhenti sampai di situ, Uchok menuturkan, ada gejala politik kekuasaan yang cukup menarik untuk disikapi secara cermat misalnya setelah wacana tambah 3 periode untuk Jokowi, atau menambah tahun jabatan untuk Presiden Jokowi serta menjadi calon wakil Presiden ditenggelamkan oleh PDIP justru muncul Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Partai Golongan Karya, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan.
“Kemunculan KIB secara politik pesannya cukup jelas yakni untuk menghajar atau mengimbangi oposisi PDIP kepada pemerintahan Jokowi. Hal ini bisa dilihat dari wacana capres yang santer didengar atau didukung oleh KIB adalah Ganjar Pranowo (GP),” kata Uchok.
Sedangkan untuk calon wakil Presiden dari KIB yang akan bersaing di antara mereka adalah ketua umum partai Golkar Airlangga Hartarto dan menteri BUMN yang juga dikenal sebagai kader naturalisasi NU, Erick Thohir.
“Kemudian, muncul wacana capres GP oleh KIB sebetulnya untuk meledek dan memprovokasi PDIP agar GP tidak dicalonkan partai lain, tapi dicalonkan PDIP sendiri. Namun sepertinya PDIP santai saja, dan tidak terprovokasi atas pencalonan GP oleh KIB atau partai lain,” ujarnya.
Malahan ketua umum Megawati Soekarnoputri memberikan mandat Kepada ketua DPR, Puan Maharani untuk melakukan “safari politik” kepada ketua ketua partai, sekaligus memperkenalkan bahwa Puan Maharani adalah capres dari PDIP.
“Gara-gara manuver safari politik Puan Maharani inilah, PDIP diserang oleh elit politik yang dekat istana. Bentuk serangan itu, seperti yang dilakukan demo-demo sahabat GP ke KPK yang meminta KPK agar periksa Puan Maharani dalam skandal E – KTP. Dan bentuk serangan lain kepada PDIP adalah permintaan dari relawan GP yang mendoakan agar Presiden Joko Widodo menjadi Ketua Umum PDIP pada tahun 2024,” papar Uchok.
Menurutnya, serangan-serangan kepada PDIP ini, membuat partai berlambang kepala banteng itu harus memanggil GP ke kantor PDIP. Yang jelas, kata dia, konflik PDIP dengan kalangan istana ini, hanya ditonton oleh koalisi Gerindra dan PKB.
“Mereka hanya menunggu restu dari istana, tidak berani melakukan manufer politik apapun. Padahal ketika politik itu, hanya sebuah penantian atau menunggu restu istana, maka koalisi Gerindra dan PKB akan seperti gelas yang pecah berkeping-keping dilantai,” tandasnya.
Laporan: Tim Kedai Pena