KedaiPena.Com – Politikus PDIP Eva Kusuma Sundari menilai agar peringatan lembaga internasional Moody’s Investor Service terkait potensi korporasi Indonesia yang terancam gagal bayar utang dapat tidak dianggap remeh dan sepele.
Pasalnya, menurut Eva, Indonesia punya pengalaman pahit lantaran penyebab krisis moneter tahun 1998 terjadi setelah dipicu oleh kegagalan korporasi utamanya sektor swasta dalam membayar utang.
“Peringatan itu sudah diberikan bukan hanya oleh lembaga (internasional Moody’s Investor Service), tapi di dalam negeri sudah banyak ekonom yang memperingatkan hal itu,” papar Eva kepada KedaiPena.Com, Selasa, (8/10/2019).
Eva menilai, kekhawatiran Sri Mulyani s terhadap hasil dari laporan internasional Moody’s Investor Service merupakan hal yang wajar.
“Jadi kalau Menteri Keuangan memperingatkan itu wajar karena dia tidak mau agar kejadian 98 terulang. Ketika negara dipaksa untuk membayar utang yang tidak mampu dibayar swasta,” jelas Eva.
Eva juga meminta agar para korporasi harus pintar untuk melakukan pengaturan pembiayaan utang ntuk menghindarkan negara jatuh pada krisis moneter seperti pada tahun 1998.
“Meskipun kondisinya tidak terlalu serius karena fundamental Ekonomi kita tidak terlalu buruk seperti 98 tapi berhati-hati itu watak dasar yang harus dimiliki oleh bisnis. Harus disikapi dengan hati-hati dan juga harus diantisipasi dengan baik,” tegas Eva.
Eks Anggota Komisi XI DPR RI ini meyakni, korporasi-korporasi yang mempunyai utang tersebut juga pasti cerdas dalam mengelola bisnis untuk membayar utang.
“Menter Keuangan antisipasi dampak akumulatif all corps terhadap perekonomian nasional. Sehinggga peringatan itu sudah benar adanya,” tandas Eva.
Diketahui, Lembaga pemeringkat utang internasional Moody’s Investor Service memperingatkan risiko gagal bayar (default) utang perusahaan-perusahaan di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia.
Melambatnya pertumbuhan ekonomi global dinilai menjadi sumber risiko bagi kemampuan perusahaan untuk membayar kembali utang yang nominalnya semakin bertambah dari tahun ke tahun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sendiri sepakat agar perusahaan-perusahaan di Indonesia mampu meningkatkan kehati-hatian.
“Perusahaan harus betul-betul melihat dinamika lingkungan di mana mereka beroperasi. Di tengah kondisi ekonomi global dan regional saat ini, apakah kegiatan korporasi mereka akan menghasilkan arus pendapatan yang diharapkan,” tutur Menkeu, beberapa waktu lalu.
Jika tidak, Sri Mulyani mengatakan, risiko pembayaran kewajiban dari pembiayaan, dalam hal ini utang, akan menjadi konsekuensi bagi perusahaan.
Sri Mulyani menilai, tantangan perusahaan untuk meraup pendapatan semakin menantang. Oleh karena itu, ia berharap perusahaan bisa betul-betul mengevaluasi efisiensi sehingga dapat mengantisipasi risiko pelemahan ekonomi yang berdampak pada kinerja perusahaan.
Laporan: Muhammad Hafidh