KedaiPena.Com – PDI Perjuangan menjadi salah satu partai yang tidak setuju dengan presidential threshold (PT) nol persen. Sementara kalangan menilai, penolakan tersebut merupakan tanda, bahwa sistem itu tidak menguntungkan partai tersebut.
“Ya bayangkan, partai besar semacam PDIP sebetulnya diam-diam sudah bikin survei internal, bahwa kalau threshold dihilangkan calon PDIP itu pasti kalah dengan calon seperti Refly Harun Channel,” kata tokoh oposisi Rocky Gerung dalam perbincangan di Refly Harun Channel, ditulis Minggu (19/12/2021).
Suasana yang berlangsung, sambung dia, publik menganggap bahwa biang dari penolakan PT nol persen adalah partai-partai besar. Mereka ingin pasang ‘barrier’ agar PT nol persen tidak terjadi.
“Jadi mungkin PDIP bikin itu karena menganggap dia pasti kalah. Kalaupun dia berani (dukung PT nol persen), PDIP bikin saja ‘press conference’, ok kami partai yang kuat, karena itu kalau di-nol-kan (PT), kami bersedia bertarung,” sambung ahli filsafat ini.
“Coba itu diucapkan kalau betul-betul partai besar dan berkualitas. Partai Golkar juga coba ucapkan itu. Itu yang kita tunggu. Kalau mereka bilang benefit, ya sudah buat parameter yang jujur, apa yang ditakutin. Kalau kompetisi dengan nol persen itu ya dia pasti menang, jadi ini soalnya secara etis sebetulnya partai-partai yang pengecut gitu, gak berani tarung,” tandas dia.
Sebelumnya, Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno menegaskan, jika pihaknya masih ingin memperkuat sistem presidential treshold (PT). Ia pun menilai, PT atau syarat ambang batas pencalonan presiden masih dibutuhkan.
“Fraksi kami tegas dalam kaitan ini untuk memperkuat sistem presidential, PT masih dibutuhkan. Hal ini sebagai upaya mengharmonisasikan dan mensinergikan sistem presidential dengan multi-partai,” tegas Hendrawan saat dihubungi, Minggu, (12/12/2021).
Hendrawan juga mengungkapkan, jika di Indonesia saat masih banyak partai. Sehingga, kata dia, agar efektif memang diperlukan presidential threshold.
Hendrawan menambahkan, Presiden harus mendapat dukungan sejumlah parpol yang kuat. Bila tidak, kata Hendrawan yang terjadi adalah penerapan sistem parlementer.
Laporan: Muhammad Lutfi