Artikel ini ditulis oleh Fernando EMaS, Direktur Rumah Politik Indonesia.
Sangat wajar kalau PDI Perjuangan sudah mulai melakukan serangan secara terbuka terhadap Gibran Rakabuming dan Joko Widodo karena dianggap tidak memberikan pendidikan politik dan etika politik dalam perpolitikan di Indonesia.
Bagaimana seorang Gibran yang dibesarkan dalam politik oleh PDI Perjuangan tidak menunjukkan suatu kepatutan bahwa sebelum melangkah berseberangan dengan PDI Perjuangan seharusnya terlebih dahulu keluar dan mengembalikan Kartu Tanda Anggota. Seolah ingin menunjukkan kepongahannya seakan apa yang diraih karena keberhasilannya dan capaiannya sendiri tanpa andil dari PDI Perjuangan yang membesarkannya dan Jokowi, Bapaknya.
Jokowi juga sangat membuat kecewa PDI Perjuangan dan Megawati sehingga mendapatkan serangan dari PDI Perjuangan. Walaupun dalam beberapa kesempatan Jokowi selalu ingin mengatakan dan menunjukkan akan bersikap netral pada pilpres 2024, namun publik tidak akan percaya karena tidak akan mungkin Jokowi membiarkan anaknya berjuang sendiri.
Hal tersebut didasari oleh upaya Jokowi yang seolah enggan melepaskan kekuasaannya dengan melakukan upaya penundaan pemilu dan mengupayakan agar masa jabatan presiden 3 periode melalui orang disekitarnya.
Selain itu, penempatan orang-orang yang dikenal dekat dengannya pada saat menjabat sebagai Walikota menduduki jabatan strategis seperti Panglima TNI yang akan diisi oleh Jenderal Agus Subiyanto dan Listyo Sigit Prabowo yang saat ini masih menjabat sebagai Kapolri.
Maka akan sangat diragukan netralitas TNI dan Polri pada pemilu dan pilpres 2024 karena Jokowi dianggap bukan sekedar cawe-cawe namun akan sangat mungkin memanfaatkan alat negara dan para Pejabat Kepala Daerah untuk membantu kemenangan pasangan Prabowo dan Gibran.
Saya yakin PDI Perjuangan sudah membaca tentang adanya upaya untuk menyalahgunakan kekuasaan dan alat negara sehingga melakukan serangan kepada Gibran dan Jokowi. PDI Perjuangan pemilu 2024 melihat ada ancaman pada pemilu dan pilpres 2024 dari demokrasi yang luber dan jurdil menjadi demokrasi semu.
Lalu kenapa Partai Gelora yang seolah pasang badan untuk menangkis serangan kepada Gibran dan Jokowi?
Saya yakin ada komitmen kompensasi yang akan diterima oleh Partai Gelora dari Jokowi dan juga pasangan Prabowo – Gibran. Kemungkinan selain mendapatkan kursi di kabinet apabila Prabowo dan Gibran memenangkan pilpres 2024, Partai Gelora akan memperoleh suara yang melampaui ambang batas parlemen sehingga berhasil menempatkan kadernya di DPR RI.
Dengan adanya kompensasi tersebut yang sangat menjanjikan, maka Partai Gelora akan dengan senang hati menjadi tameng bagi Gibran dan Jokowi.
Sehingga perlu bagi partai politik yang tidak tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju untuk menjaga dan mengawal suaranya sampai ditetapkan oleh KPU. Antisipasi adanya kemungkinan intervensi dan intimidasi terhadap kader dan juga para saksi partai politik dan juga para pengawas baik dari tingkat TPS sampai pada tingkat KPU Pusat.
Haus kekuasaan akan membuat seseorang melakukan berbagai upaya untuk bisa meraih kemenangan.
[***]