KedaiPena.com – Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) melalui Pemantau Pemilu PB PMII menyoroti sejumlah isu krusial pada tahapan pendaftaran calon legislative untuk anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota menjelang Pemilihan Legislatif (Pileg) tahun 2024.
Seperti diketahui, tahapan proses pendaftaran calon anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten Kota telah dijadwalkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak Senin, 24 April 2023 sampai Sabtu, 25 November 2023.
“Sejumlah isu krusial yang perlu diawasi oleh Bawaslu dan masyarakat adalah terkait proses rekrutmen yang dilakukan oleh partai politik terhadap calon anggota legislative yang berlatang belakang kepala daerah dan wakil kepala daerah, Aparatur Sipil Negara, TNI-Polri, kepala desa, dewan pengawas dan karyawan pada BUMN dan BUMD atau badan dan lembaga negara lainnya yang anggaran bersumber dari keuangan negara,” kata Hasnu Ibrahim, selaku Koordinator Nasional Pemantau Pemilu PB PMII, pada Selasa (25/4/2023).
Hasnu yang juga Wakil Sekretaris Jenderal PB PMII Bidang Politik, Hukum dan HAM menegaskan, sejumlah pihak yang kami sebutkan di atas adalah fakta politik di Indonesia di mana acapkali terjadi ketidakpatuhan partai politik dalam melakukan rekrutmen politik terhadap utusan parpol yang akan menerima mandat rakyat melalui proses elektoral yang konstitusional, integritas dan professional untuk menjadi wakil rakyat dalam menduduki jabatan public.
Menjawab hal itu, kata Hasnu, PB PMII memberikan peringatan sekaligus masukan terhadap KPU RI agar mempertegas status PKPU Nomor 10/2023 tentang Calon Legislatif yang meliputi Calon DPR RI, DPRD Provinsi, dana DPRD Kabupaten/Kota. PB PMII menilai, PKPU 10/2023 ini hanya memberikan perintah pengunduran diri bagi mereka yang berlatar belakang kepala daerah dan wakil kepala daerah, kepala desa, TNI, Polisi, dewan pengawas dan karyawan BUMN/dan atau BUMD.
“PKPU 10/2023 hanya mengatur secara normatif, tapi aspek sanksi belum kelihatan dan dianggap terlalu serius. Padahal wakil rakyat itu harus direkrut secara serius, karena menyangkut hajat hidup rakyat banyak setelah terpilih. Bahkan, sanksi terhadap parpol yang merekrut calon anggota legislative “abal-abal” tidak dijatuhkan hukuman yang tegas. Padahal, hal tersebut dapat dipandang sebagai upaya pembangkangan terhadap demokrasi konstitusional,” urai Hasnu.
Mencermati hal tersebut, ia menyatakan Pemantau Pemilu PB PMII mendorong beberapa hal untuk dicermati.
“Pertama, PB PMII menilai mekanisme pencalonan anggota legislatif yang berlaku selama ini mengandung sejumlah kelemahan-kelemahan yang perlu disempurnakan. Terlebih proses penjaringan calon anggota legislative hanya dilakukan oleh partai politik peserta pemilu,” kata Hasnu.
Berdasarkan pantauan Pemantau Pemilu PB PMII menemukan tiga kelemahan secara fundamental yaitu (a) Kelemahan Substansi. Sistem proporsional terbuka perlu disempurnakan setiap tahapannya. Maka dari itu perlu dijamin keterbukaan dalam keseluruhan proses pemilu mulai dari pencalonan hingga hasilnya diumumkan oleh KPU karena yang terjadi selama ini, pemilih seakan buta dengan kualitas calon wakil rakyatnya sendiri, yang dapat dikenali hanyalah wajah dan nama, itupun melalui media massa, poster, baliho dan media promosi kampanye lainnya; (b) Kelemahan Struktur. Parpol peserta pemilu kecenderungan merektut calon anggota legislative dari luar parpol. Secara normatif, mekanisme seleksi memang baik, namun ada hal-hal diluar aturan tertulis yang menunjukkan bahwa parpol sendiri sebagai salah satu struktur pemilu tidak dapat bekerja secara maksimal, misalnya dalam kebijakan vote getter untuk menambah perolehan suara partai. Sudah menjadi rahasia umum, parpol seringkali menawarkan caleg kepada mereka yang memiliki latar elektabilitas baik yang berasal dari figure public dan kalangan pengusaha. Pencalonan dari luar partai tentu mengadung kelemahan seperti caleg belum mengenyam pengetahuan politik, pendidikan politik, pembinaan sebagai kader partai apalagi memiliki gagasan bagi pembangunan bangsa dan negara. Parpol sering menggunakan segala macam cara untuk memenangkan pemilu. Dan; (c) Kelemahan Kultur. Tahapan tanggapan masyakat hanya formalitas saja, tidak banyak tanggapan yang diberikan oleh masyarakat kepada KPU, sekalipun ada tanggapannya hanya yang bagus-bagus saja, bahkan ada beberapa calon yang membayar tanggapan masyarakat dengan memberikan sejumlah uang. Apriori masyarakat ini kemudian dapat dilihat dengan hampir tidak ada perubahan pada nama-nama di Daftar Calon Sementara (DCS) dengan nama-nama calon dalam Daftar Calon Tetap (DCT) yang dikeluarkan oleh KPU.
Kedua, PB PMII mendorong KPU agar mengatur PKPU sebagai pengejawantahan dari amanat UU 7/2017 tentang Pemilu agar mengatur proses uji publik dalam tahapan pencalonan anggota DPR dan DPRD yang demokratis dan terbuka. Sebab, uji publik adalah pengujian kompetensi dan integritas yang dilaksanakan secara terbuka oleh panitia yang independent dan mandiri yang dibentuk secara khusus oleh KPU.
Ketiga, uji Publik yang dimaksudkan oleh PB PMII memperhatikan dua aspek penting berikut; (a) uji public berdasarkan sifat dan uji public berdasarkan isi. Uji public berdasarkan sifat bersifat terbuka dan dapat disaksikan secara langsung oleh siapapun. Hal ini mengingat uji public bertujuan sebagai sarana sosialisasi kualitas calon anggota legislative untuk mendapatkan respon dari pemilih. Uji publik berdasarkan isinya dengan metode panelis yang membahas terkait rencana strategis kerja sebagai wakil rakyat, prioritas masalah, dukungan pemilih dan jaringan organisasi, serta komitmen politik untuk tidak terlibat dalam pelanggaran hukum, moral dan etika yang ada selama terpilih menjadi wakil rakyat.
Keempat, PB PMII mendorong Parpol Peserta Pemilu 2024 agar menyodorkan calon-calon anggota legislative pada setiap tingkatan dengan memperhatikan hal-hal berikut; (a) kemampuan calon terhadap penguasaan masalah di daerah pemilihan baik pengetahuan, identifikasi masalah, dan strategi penyelesaian masalah; (b) pengetahuan calon terhadap tugas dan wewenang Lembaga DPR/DPRD beserta hak dan kewajibatan anggota DPR/DPRD; (c) kemampuan komikasi massa, jaringan, dan basis pendukung; (d) Riwayat pengalaman keorganisasian dan kemasyarakatan, dan; (c) Realisasi visi dan misi serta program tawaran menjadi sebuah kebijakan yang aplikatif
“Kelima, PB PMII menyarankan kepada KPU agar membuat regulasi yang lebih ketat dalam penjaringan bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten Kota menjelang pemilihan legislative 2024, karena sejauh ini hanya menyasar hal-hal administrative dan teknis belum menyentuh aspek substantif dari Pemilu Demokratis,” ucapnya.
PB PMII, lanjutnya, mendorong partai politik peserta pemilu sebagai garda terdepan dalam rekrutmen anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota fokus terhadap rekrutmen calon legislative berkualitas, pendidikan politik dan pembinaan kader partai yang paham visi ideologis dan arah perjuangan partai.
“Ketujuh, PB PMII mengajak anggota dan kader PMII se Indonesia dan masyarakat umum agar melakukan pemantaun/pengawasan secara serius terhadap calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota seperti keterwakilan perempuan 30 persen dan menyertakan 1 perempuan dari setiap 3 kandidat dalam 1 daerah pemilihan (dapil), mengawasi dokumen palsu, caleg berasal dari mantan narapidana agar menahan diri hingga 5 tahun paska dibebaskan, kemudian jika yang bersangkutan ingin mencalonkan diri menjadi caleg menyampaikan kepada public bahwa dirinya mantan narapidana,” pungkasnya.
Laporan: Tim Kedai Pena