KedaiPena.Com – Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS, Mulyanto, meminta Pemerintah mematuhi dan menjalankan Keputusan Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK) No. 64/PUU-XVIII/2020 hasil judicial review (JR) UU No. 3/2020 tentang Minerba.
Kendati demikian, kata dia, keputusan MK tersebut belum sesuai dengan harapan dan sikap politik PKS.
“Namun dengan keputusan ini setidaknya negara tidak memberikan jaminan perpanjangan izin kepada KK atau PKP2B dan mereka tidak secara otomatis mendapat perpanjangan izin,” kata Mulyanto dalam keterangannya, Jumat (29/10/21).
“Mereka harus mengajukan permohonan dan Pemerintah mengevaluasi secara sungguh-sungguh kinerja perusahaan tambang pelaksana Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Kontrak Pengusahaan Batu Bara (PKP2B) tersebut sebelum memberikan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK),” sambungnya.
MK, dalam sidang pleno Kamis (28/10/21), memutuskan mencabut dan mengubah kata “dijamin” pada pasal 169A ayat (1) UU Minerba dengan kata “dapat diberikan”.
Sehingga, bunyi pasal tersebut menjadi, “KK dan PKP2B sebagaimana dimaksud dalam pasal 169 dapat diberikan perpanjangan menjadi IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian setelah memenuhi persyaratan dan ketentuan:
Kontrak/perjanjian yang belum memperoleh perpanjangan mendapatkan 2 (dua) kali perpanjangan dalam bentuk IUPK, sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian masing-masing untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun, sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya KK atau PKP2B dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.
Kontrak/perjanjian yang telah memperoleh perpanjangan pertama dapat untuk diberikan perpanjangan kedua dalam bentuk IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya perpanjangan pertama KK atau PKP2B dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.
Mulyanto menerangkan, sikap PKS saat pembahasan dan pengambilan keputusan perubahan UU Minerba adalah menolak pasal 169A ayat (1) ini. Tujuannya agar wilayah kerja KK dan PKP2B yang sudah habis masa kerjanya dikembalikan kepada Negara untuk kemudian dilelang kembali dan BUMN mendapat prioritas dalam lelang tersebut.
Dalih PKS, norma ini lebih sesuai dengan jiwa UUD 1945, khususnya pasal 33 ayat (3) yang menyebut bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Terkait dengan izin PKP2B yang segera habis, PKS meminta Pemerintah mematuhi keputusan MK ini. Artinya, tidak ada jaminan bagi perpanjangan izin KK atau PKP2B.
Dengan kata lain, tidak otomatis KK atau PKP2B diperpanjang izinnya. Permohonan perpanjangan dapat disetujui atau ditolak oleh Pemerintah.
“Perpanjangan hanya dapat diberikan bila hasil evaluasi atas kinerja mereka bernilai baik, terkait aspek kewajiban finansial dan adminstratif (aset) terhadap negara dan daerah, lingkungan, dan sosial-kemasyarakatan,” tegasnya.
Oleh karena itu, Mulyanto berharap Pemerintah tidak ragu menolak permohonan perpanjangan izin bila kinerja KK atau PKP2B tersebut buruk.
“Kalau permohonan perpanjangan izin ini ditolak, maka otomatis wilayah kerja pertambangan tersebut dikembalikan kepada negara untuk dilelang,” ucapnya.
Sebagai informasi, dalam lima tahun ini terdapat 7 PKP2B yang akan habis kontraknya. Antara lain, PT Arutmin Indonesia yang memiliki luas lahan 57.107 hektar yang habis masa kontraknya pada 1 November 2020.
PT Kendilo Coal Indonesia dengan luas 1.869 hektar yang habis pada 13 September 2021, PT Kaltim Prima Coal luas lahan 84.938 hektar yang selesai 31 Desember 2021, PT Multi Harapan Utama luas lahan 39.972 hektar yang habis di 1 Oktober 2022, PT Adaro Indonesia luas lahan 31.380 hektare yang kontraknya habis pada 1 Oktober 2022.
Lalu, PT Kideco Jaya Agung yang kontraknya berakhir pada 13 Maret 2023, luas areanya mencapai 47.500 hektar, dan PT Berau Coal luas lahan 108.009 hektare habis 26 April tahun 2025.
Laporan: Muhammad Hafidh