Artikel ini ditulis oleh Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Energi.
Penggantian avtur dengan minyak jelantah atau minyak nabati yang murah mungkin perlu segera dilakukan di masa transisi energi dari fosil ke EBT. mengingat pengunaan BBM fosil cepat atau lambat bisa menjebol langit. Cepat atau lambat pesawat BBM avtur pasti dimusnahkan dalam perkembangan peradaban manusia, karena sudah sangat membahayakan bagi langit. BBM avtur langsung dibakar di langit di atas awan awan di atas air hujan. Bagaimana tidak kotor langit!
Bayangkan Boing 737 700 yang mengangkut 126 penumpang membutuhkan 10 ribu liter untuk setiap jam penerbangan. Untuk terbang ke Lombok membutuhkan 20 ribu liter avtur. Ini mengerikan! langit dijebol dengan asap BBM sedemikian banyaknya. Bayangkan saja 3500 pesawat tiap hari mendarat di Indonesia maka 70 juta liter avtur mengotori udara. Bagaimana langit yang semula dingin tidak menjadi panas!
Bukan hanya kotor! biaya BBM avtur yang berasal dari minyak impor ini harganya juga termasuk kategori sangat mahal dibanding pendaptan maskapai. Untuk pesawat 737 700 untuk terbang ke Lombok membutuhkan biaya avtur senilai Rp320 juta (Rp16.000 x 20.000 liter). Lah harga tiket pesawat ke Lombok 1,5 juta cuma memghasilkan 189-250 juta kalau full penumpang. Lah ini namanya pesawat setiap terbang harus rata rata nombok 100 juta ke pengecer avtur dibandara akibat harga avtur yang menggila. Apa pesawat semua bisa hidup dari utang dan jual beli saham?
Bisa saja manajemen pesawat menjual tiket lebih mahal, misalnya harga tiket ke lombok dijual Rp2 juta, tapi akibatnya penumpang pesawat cuma 10 orang. Atau cara lain jumlah tempat duduk di pesawat ditambah lebih rapat agar bisa memuat lebih banyak penumpang, tapi akibatnya lutut sulit ditekuk, yang lututnya panjang terpaksa lututnya agak naik. Bule gak mau naik pesawat seperti itu. Atau cara lain yakni dengan mengurangi isi avtur dalam pesawat, misalnya harusnya avtur diisi 27 ribu liter cukup diisi separuhnya, dengan konsekuensinya pesawat harus bisa mendarat di bandara tujuan apapun keadaannya, angin, hujan, badai tetap mendarat, tidak bisa cari bandara terdekat lain. tetapi tentu saja tidak boleh begitu dan tidak mungkin dilakukan.
Jadi jalan keluarnya adalah percepat impor pesawat listrik dari Tingkok atau buat pesawat listrik sendiri untuk mengganti pesawat BBM avtur yang kotor dan mahal. Kalau pesawatnya belum jadi di Tiongkok segera gantikan avtur dengan minyak jelantah atau minyak nabati yang murah. Coba dipikirkan caranya apakah minyak jelantah harus disaring berkali kali agar bisa untuk bahan bakar pesawat atau cara lainnya. Emak emak harus bisa menyimpan minyak goreng setiap selesai menggoreng, jangan dibuang. Intinya avtur yang mahal dan mengotori serta menjebol langit harus diganti dengan segera. Sebab kalau tidak Indonesia darat, laut, udara makin panas!
[***]