KedaiPena.com – Anggota Komisi IV DPR RI, Fraksi PKS, Johan Rosihan, memberikan catatan dan masukan terkait pelaksanaan program makan bergizi gratis yang saat ini menjadi salah satu inisiatif pemerintah dalam meningkatkan kualitas gizi masyarakat.
Meskipun program ini memiliki tujuan yang sangat baik, ia menyoroti pentingnya memastikan keberlanjutan program melalui penguatan sektor pangan lokal dan kemandirian pangan nasional.
“Program makan bergizi gratis adalah langkah yang sangat positif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama kelompok rentan. Namun, kita tidak boleh hanya fokus pada pelaksanaan jangka pendek. Program ini harus menjadi motor penggerak untuk memperkuat produksi pangan lokal dan mencapai swasembada pangan secara bertahap,” kata Johan dalam keterangannya, Rabu (8/1/2025).
Johan mengungkapkan keprihatinannya atas keputusan Pemerintah yang masih bergantung pada impor bahan pangan, termasuk impor 200 ribu sapi dari Brasil untuk mendukung program ini.
Menurutnya, ketergantungan pada impor bahan pangan memiliki sejumlah dampak negatif diantaranya, pertama, tekanan pada anggaran negara. Fluktuasi harga global dapat membebani anggaran, apalagi jika nilai tukar rupiah melemah.
“Kedua, Risiko Pasokan Global. Gangguan rantai pasok internasional, seperti krisis pangan atau kebijakan pembatasan ekspor dari negara lain, dapat mengancam keberlanjutan program. Ketergantungan pada impor adalah solusi instan yang tidak berkelanjutan. Kita harus menjadikan program ini sebagai pendorong untuk memperkuat ketahanan pangan lokal dan mengurangi ketergantungan pada bahan pangan impor,” ujarnya tegas.
Sebagai Anggota Komisi IV DPR RI yang bermitra dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Johan memberikan beberapa saran strategis untuk memastikan program makan bergizi gratis mendukung upaya swasembada pangan.
“Pertama, penguatan produksi lokal. Pemerintah harus memberikan perhatian khusus pada pengembangan sektor peternakan lokal. Berikan subsidi kepada peternak kecil, perbaiki sistem distribusi pakan, dan fasilitasi peternakan modern berbasis komunitas. Peternak lokal harus menjadi tulang punggung program ini,” ungkap Johan.
Kedua, diversifikasi sumber protein. Johan menekankan pentingnya mengurangi ketergantungan pada sapi dengan mendorong produksi alternatif sumber protein seperti ikan, ayam, dan kambing.
“Indonesia memiliki potensi besar di sektor perikanan dan peternakan unggas. Kita harus memanfaatkannya untuk mendukung kebutuhan protein masyarakat,” ungkapnya lagi.
Ketiga, lanjut Johan, pembangunan infrastruktur dan teknologi, seperti cold storage, sistem irigasi, dan fasilitas produksi pakan harus menjadi prioritas. Selain itu, pemerintah perlu memperkenalkan teknologi modern untuk meningkatkan efisiensi peternakan.
“Keempat, perlindungan pasar lokal. Pemerintah perlu melindungi peternak lokal dari dampak impor melalui kebijakan tarif dan kuota impor yang ketat. Jangan biarkan pasar lokal kalah oleh produk impor. Peternak kita butuh dukungan nyata,” kata Johan.
Kelima, kata Johan, edukasi dan diversifikasi konsumsi. Ia mengusulkan kampanye edukasi untuk mendorong masyarakat mengonsumsi pangan lokal yang beragam, seperti ikan air tawar, ayam, dan hasil tani lainnya. Ia pun mengingatkan bahwa swasembada pangan adalah tujuan jangka panjang yang harus diperjuangkan bersama.
“Program makan bergizi gratis ini harus menjadi bagian dari strategi besar untuk mencapai kemandirian pangan. Jika kita hanya mengandalkan impor, program ini akan menjadi pedang bermata dua yakni membantu masyarakat dalam jangka pendek, tetapi melemahkan ketahanan pangan nasional dalam jangka panjang,” ujarnya.
Sebagai penutup, Johan berharap Pemerintah dapat memanfaatkan program ini sebagai momentum untuk membangun sistem pangan nasional yang kuat, berkelanjutan, dan mandiri.
“Kita memiliki potensi besar dalam sumber daya manusia dan alam. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, saya yakin Indonesia bisa mewujudkan swasembada pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa