KedaiPena.Com – Pemerintah dan DPR diminta tidak lagi mengulangi proses pembuatan Undang-Undang (UU) yang bersifat kebutan, mengabaikan aspirasi, tanpa uji publik, dan sebagainya.
Sebab, aturan pembuatan UU sebagaimana telah ditetapkan amat penting dilaksanakan. Hal ini guna menghindari terjadinya pembuatan UU yang jauh dari aspirasi masyarakat sebagaimana terdapat di dalam Omnibus Law.
“Seturut dengan itu, sebaiknya pemerintah dan DPR tidak hanya memperbaiki sarat formil pembuatan undang-undangnya saja, tapi juga materinya. Berbagai pasal kontroversial yang selama ini jadi bahan protes publik sebaiknya dikaji ulang. Bahkan tidak menutup kemungkinan untuk di batalkan,” ucap Pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti, Sabtu, (27/11/2021).
Pemerintah dan DPR, lanjut dia, harus lebih mengarusutamakan aspirasi masyarakat dari pada kehendak sendiri. Karena itu merupakan esensi utama pembuatan aturan.
“Lebih memperlihatkan apa yang menjadi kehendak publik daripada kehendak elite,” tutur Ray.
Kemudian, Ia berharap, pemerintah, polisi dan pengadilan meminta maaf atas kesalahan memutuskan hukum terhadap beberapa aktivis yang sebelumnya menyatakan secara terbuka penolakan mereka terhadap UU Omnibus Law.
Antara lain Syahganda Nainggolan yang telah dipenjara selama 10 bulan, Jumhur Hidayat yang juga divonis 10 bulan.
“Negara wajib merehabilitasi nama mereka karena telah melakukan perampasan hak berpendapat mereka,” papar Ray.
Ray meminta pemerintah mentaati putusan MK tersebut.
“Mentaatinya bukan saja berarti tidak menyatakan menolak, tetapi juga tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan keputusan dimaksud,” tegasnya.
Dia menilai, moral dari keputusan MK tersebut sangat jelas yakni, UU Omnibus Law cacat formil dan karenanya secara moral tidak patut dijalankan.
Karena itu, tetap melakukan tindakan ataupun keputusan eksekutorial berdasarkan UU Omnibus Law dalam 2 tahun ini merupakan sikap kebandelan.
“Sudah semestinya sikap bandel seperti ini ditinggalkan oleh para pembuat kebijakan, dan lebih khususnya pemerintah,” tandas Ray.
Sebelumnya, MK memerintahkan DPR dan Pemerintah untuk memperbaiki UU Cipta Kerja dalam jangka waktu dua tahun ke depan. Jika tidak diperbaiki, UU yang direvisi oleh UU Cipta Kerja dianggap berlaku kembali.
MK juga menyatakan Undang-Undang No.11/2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) inkonstitusional bersyarat menambah panjang perjalanan kontroversi regulasi ini.
Laporan: Sulistyawan