KedaiPena.Com – Warganet pengguna akun media sosial Twitter di Indonesia ramai membicarakan soal iklan yang menampilkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sebelum film diputar di bioskop.
Sindiran itu kali pertama mengemuka setelah akun media sosial twitter milik Nina Asterly (@nynazka) berkicau soal hal itu pada 9 September lalu.
“Barusan nonton di bioskop cinema XXI… tolooong kembalikan 3 menit sy yang terbuang percuma gara2 pas lagi asik2 nonton thriller film2 eeh tiba2 ADA IKLAN JOKOWI,” demikian kutipan kicauan yang dikutip dari akun @nynazka.
Kicauan Nina itu pun mendapatkan tanggapan dari netizen lain dengan beragam. Salah satunya akun yang mengatasnamakan Usup Supriyadi (@usupsupriyadi_).
“Sebenarnya kalau iklannya layanan masyarakat tidak apa-apa, asal jangan jor-joran kampanye saja, karena belum masanya juga,” kicau dia.
Menanggapi hal tersebut Ketua DPP Partai Gerindra Heri Gunawan menyangkan penayangan iklan tentang kesuksesan pembangunan infrastruktur Presiden Joko Widodo (Jokowi) di sejumlah bioskop di Indonesia.
“Itu merupakan bentuk kampanye terselubung jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, dan telah mengganggu hak masyarakat sebagai konsumen yang datang dan membayar untuk mendapatkan hiburan dengan menonton film di bioskop tentunya telah melanggar etika kepatutan,†ujar Heri kepada wartawan, ditulis, Kamis, (13/9/2018).
Heri mengatakan bahwa sebaiknya bioskop dapat steril dari hal-hal yang berbau politik. Bioskop, merupakan tempat persatuan tanpa sekat dan keluar dari zona politik, tentunya perihal ini mengganggu hak-hak konsumen dan saya pikir harus dihentikan.
“Sah-sah saja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyampaikan apa yang sudah, sedang, dan akan dikerjakan pemerintah, karena satu tugasnya sebagai Goverment Public Relation atau menjadi Humas Pemerintah,†jelas Heri.
Namun demikian, lanjut Heri, ini sudah memasuki Tahun Politik, Kemkominfo seharusnya paham kalau Jokowi merupakan calon presiden petahana dan pemasangan iklan di bioskop rasanya tidak etis dan berbiaya mahal.
“Masih banyak tempat kampanye lain, jadi Kemkominfo kalau mau kampanye terselubung, sebaiknya jangan di bioskop,†tegas Heri.
Heri mengungkapkan dengan dalih menjalankan tugas yang dibebankan Undang-Undang, di tahun politik bisa dianggap petahana menggunakan segala sumber daya yang ada untuk memenangkan pemilu, termasuk berkampanye terselubung di bioskop.
“Niat hati Kemkominfo berkampanye untuk Jokowi malah akan jadi blunder dan merugikan Jokowi sendiri,†beber Heri.
Dengan kondisi demikian, Heri menegaskan bahwa, sebaiknya Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Pihak terkait lainnya segera menyikapi penayangan iklan pemerintah tersebut di layar bioskop,†pungkas Heri.
Dibantah Partai Koalisi dan Istana
PKB sebagai partai koalisi pendukung pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin membantah bila penayangan iklan keberhasilan di bioskop sebagai sebuah kampanye.
Waksekjen Daniel Johan mengatakan bahwa wajar bila presiden menunjukan keberhasilan terutama soal program unggulannya kepada masyarakat luas.
“Wajar, karena tidak ada yang dilanggar, pelanggaran apa? Pasalnya mana?,†tanya Daniel Johan saat berbincang dengan KedaiPena.com, Kamis, (13/9/2018).
Daniel Johan menambahkan, sebaiknya pihak yang mencibir soal iklan Jokowi tersebut melaporkan kepada penyelenggara pemilu. Sebaiknya, semua pihak dapat menunggu keputusan Bawaslu terkait hal tersebut.
“Ikut aturan yang ada aja dan serahkan kepada Bawaslu saja,†pungkas Daniel Johan.
Sementara itu, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Adita Irawati menjelaskan, tidak ada yang salah dengan Jokowi sebagai Presiden mempublikasikan hasil-hasil kerjanya ke masyarakat.
“Jadi dari kaca mata Istana, itu adalah komunikasi pembangunan yang memang perlu dilakukan pemerintah, agar masyarakat mengetahui hasil-hasil pembangunan dan dapat memanfaatkannya untuk kehidupan sehari-hari,” ujar Adita di hari yang sama
“Iklan itu resmi dari pemerintah. Bukan pribadi Jokowi sebagai calon presiden 2019-2024. Istana menolak jika dikatakan iklan itu sebagai upaya kampanye calon petahana. Jelas bukan kampanye,” kata Adita menegaskan.
Namun apapun penilaian pihak lain, Istana tidak bisa menyalahkannya. Sebab, hak demokratis seseorang untuk menilai sesuatu.
“Ya silakan saja berpendapat demikian, yang paling penting kan sudah ada pengawasnya dari Bawaslu,” katanya.
Ia menjelaskan, iklan yang dipasang di bioskop tersebut bukan dari produk Istana, melainkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi.
“Itu iklan produksi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Bukan dari Istana,” kata mantan Vice President Corporate Communications PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) itu.
Meski sedianya Bawaslu mengatakan bahwa iklan soal keberhasilan Presiden Jokowi dalam membangun infrasktruktur bukanlah sebuah kampanye. Namun demikian, bioskop memang menjadi tempat yang tepat untuk berkampanye.
Mengacu pernyataan Kepala Bekraf, Triawan Munaf mengatakan pada Febuari yang mengungkapkan bahwa adanya pertumbuhan penonton bioskop di Indonesia
Triwulan kala itu mengungkapkan bahwa jumlah penonton film Indonesia pada 2015 mencapai 16 juta. Pada akhir 2017 lalu, jumlahnya meningkat menjadi 42,7 juta.
“Itu angka yang fantastis, apalagi kalau layarnya nambah. Kita sekarang ada 1.500 (layar bioskop),” kata Triawan kala itu.
Menurut Triawan, penambahan layar bioskop menjadi salah satu cara untuk mendukung pertumbuhan perfilman nasional. Jika tidak ada dukungan, maka hal itu bisa berbahaya bagi dunia film Tanah Air.
“Kemarin saya bicara dengan pihak Twenty One (jaringan bioskop Cinema21), saat ini sudah 120 film yang mencari tanggal (tayang) di Twenty One. Meluapnya produksi film nasional kalau enggak ditunjang oleh support system akan berbahaya,” tutur Triawan.
Dapat Gaet Millienial
Mengacu riset Movio yang dipublikasikan Juni tahun lalu 2016 generasi milenial ternyata masih menyisihkan pengeluaran untuk menonton bioskop, rata-rata mereka masih menonton 6,2 judul film per tahun.
Ini tentu mematahkan anggapan bahwa milenial memiliki ketergantungan yang kuat untuk menonton film hanya secara streaming daripada di bioskop. Riset ini juga mencatat 31 persen populasi penonton setia di bioskop adalah para milenial, dari jumlah itu 17 persen adalah perempuan dan sisanya laki-laki.
National CineMedia (NCM), perusahaan periklanan bioskop di AS pada Mei 2016 lalu juga menaruh harapan besar pada generasi milenial sebagai konsumen. CEO NCM Andy England mengungkapkan bahwa pada 2015 terjual sebanyak 358 juta tiket bioskop dari konsumen milenial. Jumlah ini sedikit melampaui total populasi AS.
Studi lain dari Annalect dan CivicScience tentang perilaku milenial atas konsumsi film di bioskop pada 2016 juga mengungkap 50 persen milenial mengatakan menonton bioskop bagian dari kegemaran mereka.
Apresiasi mereka lebih kuat dan tak malu-malu untuk menunjukkan film, genre kesayangan, maupun pengalaman mereka ke media sosial seperti Facebook dan YouTube.
Dukungan generasi milenial kepada industri film secara tak langsung tercermin dari semangat mereka yang 46 persen rutin ke bioskop untuk melihat penayangan perdana di akhir pekan. Sebanyak 86 persen datang lebih awal di bioskop demi tak ketinggalan film.
Milenial membeli tiket sebelum hari H pemutaran film dengan persentase mencapai 40 persen, dimana sisanya dibeli di hari pemutaran baik online maupun offline mencapai 28 persen atau langsung ke bioskop sebelum film diputar sebanyak 31 persen.
Jadi meski tidak dianggap berkampanye, pilihan Presiden Jokowi untu menayangkan keberhasilan diri dalam pembangunan infrastruktur dapat dianggap sebagai sebuah cara tepat untuk menggaet generasi millenial sebutan generasi muda kini yang pada tahun 2019 nanti memang akan menyumbang suara terbesar.
Laporan: Muhammad Hafidh