KedaiPena.Com – Pengamat Politik Ray Rangkuti menyarankan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat menambah bilik suara dalam rangka mewadahi warga negara untuk menggunakan hak pilihnya.
“Luapan partisipasi akan membludak tapi daya tampung satu TPS tidak memadai. Dalam satu bulan ini, saya sendiri selalu mengingatkan agar KPU menambah jumlah bilik suara lebih dari 4 bilik suara yang disiapkan,” kata pengamat politik Ray Rangkuti dalam keterangannya, Senin (15/4/2019).
“Agar antrian tidak memanjang dan lebih dari itu karena situasi yang tidak pasti membuat pemilih akhirnya membatalkan hak coblosnya,” sambung Ray.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) ini mengungkapkan, sinyal beberapa kota di luar negeri bermunculan seperti kuala Lumpur, Hongkong, Sydney dan Belanda, Singapura dan Arab Saudi, secara umum dapat dilihat bahwa antusias warga negara yang akan memilih sangat tinggi.
Di sana, kata Ray, terjadi antrian yang cukup panjang untuk dapat mempergunakan hak pilih. Sebagian kota tetap dapat dilaksanakan, namun kota lainnya ditutup sesuai dengan jam yang ditentukan. Akibatnya, banyak warga yang tidak dapat mempergunakan hak pilihnya.
Kemudian, jelas Ray, isu soal netralitas penyelenggara juga menyeruak ke publik. Warga yang tidak terlayani merasa dipersulit untuk dapat mempergunakan hak pilihnya. KPU diharapkan segera berbenah dan mempertegas netralitasnya.
“KPU sebaiknya membuka saluran pengaduan agar dapat memastikan bahwa jajaran mereka melaksanakan coblos hitung dengan sikap professional dan imparsial. Mereka juga harus terus diberi info kekinian tentang aturan yang diberlakukan di TPS, khususnya,” papar Ray.
Selain itu, Ray juga menyarankan, KPU sebaiknya segera memberi penjelasan yang otentik soal jam mencoblos terhadap beberapa kriteria pemilih.
“Termasuk menjelaskan kembali kriteria pemilihnya. Sementara ini banyak kita baca di berbagai medsos tentang tata cara menggunakan hak pilih, identitas pemilih, jam memilih, dan sebagainya.Tapi, satu dengan yang lain tidak bisa pasti dijadikan sebagai acuan,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh