Oleh: Agusto Sulistio, Pegiat Sosmed, Pendiri The Activist Cyber
PADA umumnya setiap pemilu, para calon politik dan partai politik selalu menjanjikan bahwa jika terpilih, mereka akan memajukan kehidupan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Namun, kenyataannya janji-janji tersebut tidak selalu terpenuhi, tentu banyak hal yang dihadapi, apakah karena faktor internal pemimpinnya maupun faktor eksternal pendukungnya saat proses pemilihan berlangsung, hingga setelah terpilih sebagai presiden.
Berbagai faktor, seperti perbedaan pandangan politik antara partai dan pemerintah yang berkuasa, situasi ekonomi dan politik yang tidak menentu, serta tingginya biaya program-program pemerintah yang dijanjikan.
Selain itu, terkadang terjadi juga kegagalan dalam pelaksanaan program-program pemerintah karena masalah kemampuan individu pemimpin, administrasi atau soal-soal KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme).
Namun, bukan berarti bahwa semua janji-janji politik tidak dapat dipercaya. Terdapat juga calon politik dan partai politik yang benar-benar serius dalam mencapai tujuan kesejahteraan rakyat dan mampu mengimplementasikan program-program pemerintah yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat.
Oleh karena itu, dalam memilih pemimpin atau partai politik, masyarakat perlu memperhatikan sejarah dan reputasi calon serta partai politik, melihat kebijakan dan program-program (visi misi) yang diusulkan, serta melakukan penilaian kritis terhadap keberhasilan mereka dalam memajukan kehidupan masyarakat sebelumnya.
Sangat penting bagi masyarakat untuk terus memantau dan mengawasi tindakan pemerintah dan partai politik sebelum maupun setelah pemilihan, agar program-program yang telah dijanjikan benar-benar dapat terlaksana dengan baik dan memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.
Akan tetapi fakta yang terjadi bahwa demokrasi yang sehat hanya ada dalam mimpi saja, dan umum terjadi jelang musim pemilah umum.
Untuk antisipasinya, menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa proses pemilihan calon presiden dilakukan secara adil dan terbuka, dan bahwa calon yang muncul tidak didominasi oleh calon dari kalangan pemerintah.
Fakta saat ini yang terjadi adalah, bahwa bakal calon presiden jelang pilpres 2024 didominasi dari kalangan pemerintah atau rezim kekuasaan. Misalnya, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Ridwan Kamil adalah Gubernur aktif dan mantan Gubernur, yang merupakan bagian dari hirarki kekuasaan pemerintah Jokowi, meski sebelumnya mereka menjadi Gubernur lewat Pilkada.
Selain itu muncul bacapres Erick Thohir yang juga merupakan bagian dari menteri kabinet Jokowi, kemudian Puan Maharani yang menjabat sebagai ketua DPR-RI.
Dari fakta tersebut jelas terbukti belum ada satupun bacapres 2024 yang muncul dari kalangan non-pemerintah secara signifikan yang dimunculkan dan diperjuangkan secara serius oleh berbagai kekuatan elemen bangsa.
Semua terfokus kepada nama-nama bacapres yang telah dimunculkan dari atas, bukan dimunculkan secara murni dari arus bawah.
Namun dari semua bacapres yang muncul saat ini, kita tidak bisa dikatakan kesemuanya itu sepaham dengan kebijakan pemerintahan yang sedang berkuasa saat ini, meski faktanya terkait program Ibu Kota Negara IKN, bacapres Anies Baswedan yang diyakini oleh pendukungnya sebagai sosok anti-thesa Jokowi pun berjanji akan lanjutkan program kerjanya Jokowi (IKN) jika kelak dirinya terpilih menjadi presiden. Hal yang sama juga disampaikan oleh bacapres dari kalangan koalisi pemerintah, yaitu Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.
Dominasi calon presiden harus diantisipasi, ini penting untuk menjamin agar proses pemilihan berjalan dengan baik dan mewakili kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
Jika calon presiden didominasi oleh kalangan pemerintah, maka ada risiko bahwa kepentingan pemerintah akan terus dipertahankan, bahkan jika masyarakat menginginkan perubahan atau alternatif yang berbeda.
Selain itu, hal ini juga dapat menimbulkan konflik kepentingan dan mengancam integritas proses pemilihan.
Sebaliknya, jika proses pemilihan calon presiden dilakukan secara terbuka dan transparan, maka calon-calon yang muncul akan mewakili beragam pandangan dan kepentingan masyarakat. Ini akan memungkinkan adanya diskusi publik yang sehat dan konstruktif, dan memastikan bahwa calon yang terpilih benar-benar mewakili kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
Demokrasi akan berjalan dengan baik jika proses pemilihan dilakukan dengan cara yang adil, transparan, dan terbuka. Ini akan memungkinkan masyarakat untuk memilih calon presiden yang benar-benar mewakili kepentingan mereka, dan memastikan bahwa kepentingan masyarakat menjadi prioritas utama dalam tindakan pemerintah.
Partai Politik Gagal
Partai politik gagal memunculkan kader pemimpin sehingga beresiko terjadinya dominasi kekuatan modal oligarki dengan memunculkan presiden boneka.
Partai politik memiliki peran penting dalam menciptakan kader-kader pemimpin yang berkualitas dan mampu mewakili kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
Namun ketika partai politik gagal menciptakan kader-kader pemimpin yang berkualitas, maka kemungkinan besar akan terjadi kekosongan kepemimpinan dan risiko munculnya kekuatan modal oligarki yang dapat mempengaruhi arah kebijakan negara.
Kegagalan partai politik dalam menciptakan kader-kader pemimpin yang berkualitas juga dapat memicu munculnya presiden boneka yang hanya mengikuti keinginan dan kepentingan oligarki, bukan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Ini tentu saja sangat berbahaya bagi keberlangsungan demokrasi dan pembangunan negara yang sehat.
Oleh karena itu, partai politik memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa mereka mampu menciptakan kader-kader pemimpin yang berkualitas dan mampu mewakili kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti memberikan pelatihan dan pendidikan politik kepada kader-kader partai, memastikan bahwa proses pemilihan kader partai dilakukan secara adil dan terbuka, dan menetapkan standar etika dan integritas yang tinggi untuk kader-kader partai.
Dengan demikian, partai politik dapat memastikan bahwa kepentingan masyarakat menjadi prioritas utama dalam tindakan pemerintah dan menghindari terjadinya kekuatan modal oligarki atau presiden boneka.
(***)