SEPERTI diketahui, menurut UUD 45 Presiden Jokowi sudah tidak akan dapat mencalonkan diri lagi sebagai Presiden untuk yang ketiga kalinya pada tahun 2024 . Karena itu ada kesempatan yang baik bagi partai-partai untuk memajukan calon presiden sendiri.
Satu-satunya masalah untuk itu adalah kebiasaan buruk dalam pemilihan presiden adalah diberlakukannya ‘presidential treshold”.
Pada tahun 2004, saat baru disahkannya UU no 23 tahun 2003, sesuai Pasal 101, Bab XIV Ketentuan Peralihan, calon presiden harus didukung minimal 3% kursi DPR atau 5% suara sah nasional.
Kemudian pada Pilpres 2009, 2014 dan 2019 melonjak menjadi minimal 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional.
Elite politik nasional sengaja telah mengganjal suara-suara aspirasi dan capres-capres alternatif sehingga pada Pilpres 2014 dan 2019 hanya muncul dua capres yaitu Jokowi dan Prabowo.
Akibatnya terjadi pembelahan masyarakat secara frontal, berhadap-hadapan, saling mencari kejelekan, hoaks. Fitnah bertebaran dan masuk ke jutaan ‘handphone’ yang dimiliki oleh masyarakat melalui media sosial. Pengaruhnya masih sangat terasa sampai saat ini.
Selain itu aliran dana dari masyarakat pemilik uang yang berminat untuk mendukung salah satu capres juga terbelah, hanya kepada partai pendukung utama dari dua capres tersebut. Hanya sebagian kecil saja yang mengalir kepada partai pendukung sekunder dan tersier.
Bilamana ‘presidential treshold’ ditiadakan atau 0% , maka masyarakat tidak akan terbelah dua karena awalnya akan ada beberapa capres. Saat putaran kedua memang tinggal dua capres tetapi waktu kampanyenya jauh lebih singkat dari pada sedari awal hanya ada dua capres.
Selain itu walaupun ‘presidential treshold’ hanya 0% , tidak mungkin muncul 10 capres atau lebih. Karena dua alasan, yang pertama tidak mungkin partai politik mendukung capres yang tidak kompeten, tidak kapabel dan kemungkinan menangnya kecil sedangkan biayanya sangat besar.
Yang kedua mungkin ada saja parpol yang ingin bergabung dengan yang lain untuk memperkecil resiko biaya.
Pengalaman 2004 dimana syarat pilpres hanya 3% suara DPR atau 5% suara sah nasional ternyata hanya ada lima capres bukan 30 capres.
Namun yang lebih merugikan bagi parpol ialah bila PT tidak 0% maka parpol tidak bisa mengusung capres sendiri. Akibatnya akan membuat sulit untuk pengumpulan dana yang amat diperlukan untuk kegiatannya yang membutuhkan dana besar.
Oleh Abdulrachim K, Analis Politik