Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pariwisata saat ini sudah menjadi primadona dalam meningkatkan perekonomian sebuah Negara. Dampak ekonomi yang besar yang disebabkan oleh pariwisata tidak saja untuk pendapatan devisa Negara juga meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Hal tersebut juga berbanding lurus dengan semakin meningkatnya kesadaran orang-orang untuk melakukan perjalanan wisata. Indonesia yang menjadikan pariwisata sebagai salah satu prioritas pembangunannya terus mengintensifkan pembangunan prasarana dan sarana wisatanya dengan harapannya dapat terus meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia.
Menurut UNWTO Indonesia berada di tiga besar Negara yang memiliki pertumbuhan pariwisata yang cepat dan secara internasional berada diurutan ke 12 dalam penerimaan Negara sebesar 9,85 milyar dollar (UNWTO, 2014).
Jadi tidak salah kemudian Presiden Indonesia, Joko Widodo menargetkan pertumbuhan wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sebesar 20 juta kunjungan wisatawan mancanegara, 371 juta perjalanan wisatawan nusantara dan devisa yang dihasilkan dari wisman sebesar US$ 17 M dan pengeluaran wisnus sebesar 259,7 T serta peningkatan PDB sebesar 6%.
Untuk target tahun 2016 adalah 12 juta wisatawan mancanegara dan 260 Juta perjalanan wisatawan nusantara. Dari target-target di atas tampak jelas bahwa peningkatan jumlah kunjungan wisatawan merupakan sasaran yang ingin dicapai.
Memang tampak tidak ada yang salah dari sasaran tersebut karena bagaimanapun jumlah sangat berimplikasi dengan jumlah pendapatan. Tetapi juga harus diperhatikan bahwa jumlah kunjungan yang besar dapat memberikan dampak lain yang bersifat negatif seperti kerusakan lingkungan dan perubahan sosial budaya. Apalagi beberapa destinasi wisata unggulan berada di kawasan lindung.
Diperlukan adanya batasan yang jelas terkait dengan penerapan target-target tersebut dibeberapa destinasi wisata agar destinasi wisata tersebut dapat berkelanjutan, karena sekali destinasi tersebut rusak maka akan ditinggalkan oleh wisatawan.
Dan bagimanapun juga pariwisata sangat tergantung pada keberlanjutan sumber daya yang ada dan jumlah kunjungan wisatawan yang berlebihan sangat berpotensi untuk mengancam keberlanjutan sumber daya tersebut.
Penetapan kapasitas daya dukung harus diterapkan untuk membatasi jumlah pengunjung yang datang demi keberlanjutan pariwisata.
Saat ini keberhasilan pariwisata tidak lagi ditentukan oleh banyaknya jumlah orang berkunjung ke sebuah destinasi wisata, tetapi ditentukan seberapa besar benefit yang didapatkan baik oleh wisatawan maupun para pelaku pariwisata di destinasi wisata.
Jumlah kunjungan yang besar tidak lagi berbanding lurus dengan jumlah pendapatan yang didapatkan. Jumlah wisatawan mungkin kecil tapi pendapatan besar.
Konsep tersebut yang sekarang diterapkan di negara-negara maju yang disebut sebagai quality tourism dimana untuk beberapa destinasi wisata yang memiliki keunikan dan memberikan pengalaman yang luar biasa membatasi jumlah pengunjung tetapi menerapkan harga yang tinggi.
Beberapa destinasi wisata harus mendapatkan perlakuan khusus untuk kepentingan perlindungan sumber daya. Jangan perlakukan semua destinasi wisata dengan cara yang sama dengan mengejar jumlah kunjungan wisatawan yang sebesarnya.
Keberlanjutan destinasi wisata tersebut di masa depan sangat tergantung bagaimana pemerintah, swasta dan masyarakat memperlakukan sumber daya yang mereka miliki.
Oleh Akademisi Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung (STPB) DR Hery Sigit Cahyadi MM.Par