KedaiPena.Com – Kasus kepergian anak Presiden Jokowi Widodo, Kaesang Pangarep ke Amerika Serikat (AS) menggunakan jet pribadi bersama istrinya sudah gamblang merupakan bentuk, kelakuan dan praktek gratifikasi.
Hal ini sama persis dengan kelakuan anak-anak pejabat masa Orde Baru (Orba) di bawah kepemimpinan Presiden RI ke-2, Soeharto.
Demikian disampaikan Didik J Rachbini,
Rektor Universitas Paramadina dalam siaran pers yang diterima Kedai Pena, Jumat (30/8/2024).
“Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas, yang meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya,” ujar Didik.
“Jika gratifikasi diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dan berhubungan dengan jabatannya, maka hal tersebut dianggap suap. Lingkaran keluarga yang menerima pemberikan dengan memanfaatkan kekuasaan jelas dan gamblang juga merupakan praktek gratifikasi,” sambung ekonomi senior Indef ini.
Di Indonesia, lanjut Didik, sudah ada kasus-kasus keluarga yang terlibat dalam korupsi dan gratifikasi terkait kekuasan orang tuanya. Semisal anak mantan Menteri Kelautan Edhy Prabowo, anak mantan gubernur Banten Ratu Atut, dan lainnya.
“Meskipun bukan pejabat langsung yang terlibat, oknum keluarga yang memanfaatkan kekuasaan orang tuanya, maka kasus itu tidak terhindar dari hukum. Karena itu, kasus Kaesang setelah heboh secara politik di masyarakat sebagai praktek tidak patut, maka sekarang mutlak harus masuk ke ranah hukum,” tambah Didik.
Dari kasus ini dan banyak kasus lainnya, Jokowi secara beruntun dengan kekuasaannya telah merusak hampir semua tatanan negara, pemerintahan, hukum dan bangsa ini.
Dirinya mengira bersih karena tidak menerima apa pun dari pengusaha atau pihak lain, tetapi apa yang dilakukan lebih rusak dari sekedar gratifikasi karena masuk kategori “state captured corruption”.
“Tatanan hukum rusak dan hancur lebur karena membiarkan anaknya mengenyam fasilitas terindikasi tidak legal, KPK dilemahkan, hukum dipakai sebagai ancaman pengritik atau lawannnya. Jadi kasus Kaesang ini harus dilanjutnya secara serius agar hukum tegak kembali,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Rafik