Artikel ini ditulis oleh Ketua B2W Indonesia, Fahmi Saimima.
Bukan hal yang salah, tapi itu lebih menegaskan betapa peradaban modern kita hari-hari ini cenderung mendahulukan kebutuhan formalitas dan seremonial belaka.
Maka dari itu, kita tak perlu heran kalau pemerintah sekadar haus akan kebutuhan formal, kebutuhan citra, kebutuhan pujian, yang memang datang manakala seremoni diadakan.
Padahal Sirkuit Mandalika 1.400 km jauhnya dari Jakarta. Padahal, katanya, tiket sudah ludes terjual. Padahal minyak goreng juga masih langka; dan, sungguh, padahal janji Revolusi Mental masih berlaku hingga detik ini.
Pak Jokowi mungkin sudah lupa saat menjadi Gubernur DKI, ia mengajak Jorge Lorenzo dan Valentino Rosi sepedaan, menghirup udara pagi yang segar di kawasan Jakarta dalam suasana santai. Sepanjang jalan bercerita tentang segala hal dan kegiatan ini menjadi ekspose positif bagi penggemar balap motor sedunia.
Namun, kerendah-hatian, yang semestinya bisa merupakan bagian dari Revolusi Mental, telah surut entah kemana. Dan bukan rahasia lagi jalanan Ibu Kota pun sudah menjadi arena balap (liar).
Parade hari ini tampaknya bakal menstimulasi fenomena ini lebih lanjut. Bagian dari ke-Indonesiaan-kah ini?
Jangan sampai ucapan Carrol Shelby tentang balapan malah menjadi nyata, “We’re lighter, we’re faster, and if that doesn’t work, we’re nastier.” “Kami lebih ringan, kami lebih cepat, dan jika itu tidak berhasil, kami lebih jahat.”
Pak Nokowi, kami sayang bapak. Please, ojo nganti alon pingin banter, bareng banter sing dioyak ora kencandak.
Amati kembali apa-apa saja yang kemrungsung di sekitarmu pak, apakah tugasmu, pekerjaanmu, menterimu, administrasimu, polisimu, militermu. Dan apakah sudah dihitung kapasitasnya, dianalisis secara mendalam, atau malah semua dilakukan secara sadar namun serampangan?
Kadang-kadang Pak Jokowi sebagai driver terlihat terlalu ambisius untuk mengejar cepat, modern, membangun ini itu, tapi lupa bahwa menjaga keseimbangan, menjaga ketahanan itu jauh lebih bermakna.
Negeri Seremoni: fastabiqul khairat, berlomba melakukan kebaikan, mungkin masih berlangsung, tetapi pada saat yang sama juga ‘fast to be cool out of the race’.
Selamat meraung-raung di Ibukota.
Bruumm Bruumm.
[***]