KedaiPena.Com – Pengamat Politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menilai bahwa keberadaan pansus terkait dengan dugaan korupsi di tubuh perusahaan PT Jiwasraya harus tetap dibentuk.
Menurut Ujang hal tersebut lantaran rakyat perlu tahu terkait permasalahan yang terjadi di internal perusahaan asuransi tersebut.
“Harus di bentuk pansus. Justru rakyat harus tahu. Jika tidak dibuat Pansus, nanti perampokan dan korupsi di Jiwasraya akan menguap,” ujar Ujang kepada wartawan, Kamis, (9/1/2020).
Ujang menjelaskan membuat Pansus Jiwasraya merupakan keniscayaan. Agar rakyat tahu, bahwa sudah terjadi perampokan dan korupsi tersistematis di BUMN.
“Dulu Pansus Century juga ada. Kasus Century korupsinya Rp7,4 triliun. Tapi ada Pansusnya. Apalagi ini korupsinya diduga hingga Rp13 triliun-an,” tegas Ujang.
Meski demikian, Ujang mempertanyakan, apakah DPR memiliki keberanian untuk membentuk Pansus Jiwasraya.
“Namun jika tak ada Pansus Jiwasraya, maka DPR hanya gertak sambel dan yang menolak karena takut korupsinya terbuka. Takut menyentuh orang-orang kuat yang ada di istana,” tegas Ujang.
Ujang mengatakan menilai penolakan pansus merupakan bagian dari skenario untuk menutupi perampokan dan korupsi di Jiwasraya.
Ujang menegaskan bahwa pansus diperlukan lantaran yang di rampok ialah uang milik rakyat. Jadi rakya berhak untuk tahu.
“Jangan ditutup-tutupi. Kerena semakin ditutup-tutupi maka akan semakin bau. Dan jangan juga korban kan anak buah untuk menutupi aktor besarnya,” tandas Ujang.
FPDIP dan Kemen BUMN Tolak Pansus Jiwasraya
Fraksi PDIP dan Kementerian BUMN menolak keberadaan Pansus Jiwasraya. Politikus PDIP Hendrawan Supratikno mengatakan bahwa keberadaan pansus belum dibutuhkan lantaran takut adanya kegaduhan karena hal tersebut.
“Belum diperlukan, karena persoalan yang terjadi sudah berlangsung sejak krisis 1998. Kita harus hati-hati agar jangan gaduh secara politik, apalagi bila disertai tuding menuding antar periode pemerintahan,” ujar Hendrawan saat dikonfirmasi oleh KedaiPena.Com, Rabu, (8/1/2020).
Dari pada pembentukan pansus, Hendrawan lebih menekankan solusi korporasi untuk kepentingan nasabah, kepercayaan masyarakat dan stabilitas serta industri jasa keuangan.
“Jadi usul kami panja dulu di Komisi VI yang meneliti perbaikan tata kelola, aturan main manajemen risiko, dan kajian solusi korporasi. Komisi XI baru masuk apabila ads usulan privatisasi dan penyertaan modal negara (PMN),” tegas Hendrawan.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menilai DPR RI tak perlu membentuk panitia khusus (pansus) untuk mengungkap kasus yang terjadi di Jiwasraya.
Arya mengatakan, jika DPR membutuhkan data-data terkait kasus tersebut, pihaknya siap memaparkannya.
“Kalau kami sih (menilai) lebih baik (DPR) pantau saja apa yang kita lakukan. Bisa panggil kami rapat untuk tanyakan solusi apa yang dibuat kementerian BUMN,” ujar Arya di Jakarta.
Laporan: Muhammad Lutfi