KedaiPena.Com – Kondisi bangsa Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Wabah Covid-19 yang belum jelas kapan berakhir, kurvanya terus naik, dengan visi dan misi penanganan yang tidak jelas dan longgar.
Krisis ekonomi berimbas pada banyak pekerja kena PHK, baik sektor industri besar industri otomotif, industri pariwisata, industri tekstil dan lain-lain.
“Industri lumpuh, UMKM lebih parah lagi karena tidak punya modal yang cukup untuk bertahan, lantaran tidak ada pemasukan, hampir semua rakyat menjadi miskin,” kata perwakilan Forum Kedaulatan NKRI, Adang Suhardjo saat bertemu dengan petinggi Polri, Dir. Kamneg Brigjen Pol. Umar Efendi dan Dir Politik Brigjen Pol. Antoni di Mabes Polri, belum lama ini.
Forum Kedaulatan NKRI sendiri terdiri dari purnawirawan, ahli dan raktisi Hukum, aktivis gerakan, pengamat politik kebangsaan serta aktivis dakwah.
“Di samping krisis ekonomi global dengan pertumbuhan minus, rakyat juga terancam krisis pangan secara global karena musim panas yang berkepanjangan di tahun ini” sambung dia.
Harusnya, lanjut Adang Suhardjo, Pemerintah dan semua lembaga tinggi negara mengerahkan semua ‘resources‘ untuk mengatasi kondisi krisis tersebut, yang sangat memukul dan membuat Indonesia sangat terpuruk.
Namun yang terjadi malah sebaliknya partai-partai, DPR-RI, dalam kondisi yang parah tersebut, membuat masyarakat resah dengan memaksakan produk kontroversial secara terburu-buru, tidak partisipatif dan tidak punya ‘sense of krisis‘.
“Menurut kami jika tidak segera di antisipasi secara bijak akan memuncak menjadi krisis sosial politik berkepanjangan. Di samping dampak keterbelahan masyarakat akibat dampak Pilpres 2014 dan 2019, masih belum sanggup disatukan oleh pemerintah Jokowi. Malah semakin tajam karena pembiaran dan perlakukan tidak adil dalam penegakan hukum terhadap pihak pendukung pemerintah dengan pihak yang mengkritisi, jargon lama masa PKI seperti Kadrun dilabelkan untuk orang yang mengkritisi pemerintah,” tegas dia.
Masih kata dia, lolosnya RUU HIP masuk dalam daftar prolegnas, skenarionya sudah dirancang sedemikian rupa saat dalam keadaan multi krisis dimana teknologi persidangan jarak jauh bisa diakali. Partai politik di DPR masih ngotot dan tidak peka terhadap aspirasi masyarakat yang mendesak menghentikan dan mengeluarkan RUU HIP dari proglenas. Mereka malah meributkan untuk mengganti menjadi RUU-PIP.
“Padahal hampir semua kekuatan masyarakat sudah menolak dan meminta segera menghentikan RUU tersebut. MUI, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, SI dan Ormas agama lain, termasuk lembaga tinggi negara DPD, kalangan purnawirawan, senat guru besar berbagai perguruan tinggi, termasuk aksi unjuk rasa secara massif di berbagai daerah di tengah wabah Covid,” lanjutnya.
Forum Kedaulatan NKRI mengingatkan kepada Polri, jika partai-partai di DPR dan Pemerintah tidak segera menghentikan RUU HIP/RUU PIP, termasuk RUU lainnya yang bermasalah, maka akan berpotensi menjadi gelombang aksi masyarakat. Sementara krisis Covid dan krisis ekonomi terus mengancam, bangsa Indonesia pun akan terancam pecah dan semakin parah, dalam jatuh pada multi krisis.
“Hal lain yang perlu diperhatikan adalah “pemaksaan” Pemerintah tentang RUU ‘Omnibus Law‘. Melalui RUU ini, 79 UU potensial diganti dan berdampak 1.239 pasal direvisi. Sesuai azaz pembentukan UU, harusnya punya kajian akademik lebih mendalam. Melibatkan semua ‘stakeholder‘ dan kajian dari perguruan tinggi dengan pembahasan secara partisipatif, dengan target waktu yang cukup panjang. Tidak seperti sekarang, dalam kondisi Covid-19, secara terburu-buru dengan pembahasan terbatas tidak melibatkan berbagai kalangan ahli,” kecewa dia.
“Tujuan baik jika tidak dilakukan dengan proses yang baik dan sempurna akan membawa akibat buruk, melenceng dari tujuan UU bisa menjadi perbudakan modern, kerusakan lingkungan, dan membentuk pemerintahan otoriter. Untuk itu kami meminta agar pembahasan RUU Omnibus Law ditunda sampai kondisi Covid-19 mereda tahun depan,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh