KedaiPena.Com – Pelaksana harian (Plh) Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di DPR, Saleh Partaonan Daulay menilai, Presiden Jokowi masih mempunyai waktu untuk melakukan evaluasi para menterinya, jika memang kinerja mereka buruk.
Hal itu disampaikan oleh Saleh sapaanya saat Presiden Jokowi menegur semua jajaran kabinet karena komunikasi publik pemerintah sangat buruk ketika menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja. Kabar tersebut disampaikan oleh Kepala Staf Presiden (KSP), Moeldoko.
“Presiden merasa bahwa para menteri kinerjanya buruk, kurang baik dalam melakukan sosialisasi, ya Presiden kan memiliki hak prerogatif untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja para menteri,” kata Saleh saat dihubungi, Jumat, (23/10/2020).
“Mumpung pemerintahan Jokowi ini baru berlangsung satu tahun, ya tentu bisa dilakukan evaluasi kalau perlu di reshuffle menteri-menteri yang kinerjanya buruk itu diganti saja. Kan ada banyak tuh Kementerian/lembaga yang menterinya itu sering dimarahi dianggap kurang kinerjannya,” sambung Saleh.
Menurut Saleh, Jokowi sudah berkali-kali mengingatkan para pembantunya agar kinerja yang dihasilkan lebih baik, termasuk komunikas publik mereka. Namun, keadaanya tidak berubah, Presiden masih melakukan teguran, bukan tindakan tegas.
“Kalau memang Presiden mau tegas mengambil kesempatan ini dalam rangka melakukan perbaikan jangan ragu. Presiden Jokowi setahu saya orangnya tegas dan bijak untuk mengambil keputusan nah sekarang saatnya setelah satu tahun masa periode ini berlangsung,” tutur Saleh.
Anggota Komisi X DPR ini menjelaskan, sejak awal pembahasan RUU Omnibus Law Ciptaker terkesan terburu-buru, mengejar target waktu untuk disahkan menjadi UU.
Seharusnya, pemerintah memiliki strategi yang baik untuk melakukan sosialisasi terkait UU Ciptaker ini. Mengingat, UU Ciptaker adalah inisiatif pemerintah.
“Pemerintah lah yang memiliki kepentingan besar di dalam proses pengesahan dan pembahasan UU tersebut. Untuk itu, tentu kita berharap dari awal pemerintah secara berlahan dan bertahap ikut melaksanakan sosialisasi, sehingga masyarakat bisa memhami bisa mengerti maksud dan tujuan daripada UU ini,” paparnya.
Saleh mengingatkan, Omnibus Law ini merangkum lebih dari 79 UU, daftar inventaris masalah (DIM) nya saja lebih dari 7 ribu. Oleh sebab itu, sudah semestinya pemerintah juga melakukan sosialisasi secara bertahap.
Misalnya, ketika membahas klaster investasi tentang penanaman modal Indonesia, sudah dilakukan sosialisasi. begitu juga dengan membahas tentang aturan ketenagakerjaan.
“Itu mestinya sudah disosialosasikan biar ada pemahaman yang utuh dari masyarakat tentang Undang-undang Omnibus Law ini. Jika tidak ada sosialisasi, ya dampaknya seperti sekarang ini. Itu terkesan pemerintah tidak siap melakukan sosialisasi,” ungkapnya.
Saleh mengaku memahami kegelisahan Jokowi yang merasa upaya dari para menterinya melakukan sosialisasi UU Ciptaker masih kurang. Dampaknya, masyarakat belum utuh serta belum teryakinkan tentang keberadaan UU tersebut. Justru ada usulan untuk melakukan legislatif review dari kelompok masyarakat, terutama buruh.
“Ini menandakan bahwa yang sedang terjadi komunikasi publik dari pemerintah kepada masyarakat tidak berjalan efektif. Sehingga masyarakat lebih memilih untuk melaksanakan legislatif review daripada mendengarkan penjelasan pemerintah. Saya kira ini menjadi sesuatu yang sangat menantang bagi pemerintah untuk kembali berupaya keras menjelaskan kepada masyarakat,” pungkas Saleh.
Sebelumnya, Moeldoko mengakui, jajaran Kabinet Indonesia Maju mendapat teguran dari Presiden Jokowi terkait buruknya komunikasi publik. Terutama soal substansi dari UU Cipta kerja.
“Kami semuanya ditegur oleh Presiden bahwa komunikasi publik kita sungguh sangat jelek,” kata Moeldoko di kantornya, Rabu (21/10/20).
Moeldoko mengatakan, teguran Presiden dan berbagai masukan dari luar akan jadi bahan perbaikan. “Untuk itu, ini sebuah masukan dari luar maupun teguran dari Presiden, kita segera berbenah diri untuk perbaikan ke depan dengan baik,” ujarnya.
Moeldoko mengakui bahwa kondisi saat ini media sosial berkembang dengan luar biasa. Terkadang pemerintah kewalahan menghadapi hoaks dan disinformasi.
“Kita memasuki sebuah disruption. Sebuah situasi yang seperti saat ini di mana media sosial bertumbuh luar biasa. Kadang-kadang melampaui imajinasi kita. Dan di situlah kita kadang-kadang kewalahan menghadapi bertumbuhnya disinformasi dan hoaks,” ujarnya.
Laporan: Muhammad Hafidh