KedaiPena.Com – Amandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 telah mengatur mekanisme penyelenggaraan ketatanegaraan, yang terkait dengan hubungan antar kekuasaan lembaga ekskutif, legislatif dan yudikatif, secara berimbang.
Hal tersebut disampaikan oleh Anggota MPR RI dari Fraksi PAN Ahmad Najib Qodratullah dalam sebuah FGD yang diselenggarakan di Tajdid Institute, Pusat Kajian Pemikiran dan Peradaban Islam, di Hotel Grand Syahid Jaya, Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2019)
“Terdapat hubungan checks and balances antar ketiga lembaga tersebut. Bahkan bukan hanya terjadi checks and balances antar lembaga negara, melainkan juga antara warga negara dengan lembaga negara,” ungkap Najib sapaannya ditulis, Jumat, (6/12/2019).
Najib melanjutkan amandemen UUD 1945 senantiasa menggelorakan semangat untuk selalu melibatkan kedaulatan rakyat melalui lembaga perwakilan rakyat.
“Setiap pengangkatan pejabat negara seperti Hakim Agung, Hakim Mahkamah Konstitusi, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Polisi Republik Indonesia (KAPOLRI), anggota Komisi Yudisial, anggota Badan Pemeriksaan Keuangan dan Gubernur Bank, selalu melibatkan peran Dewan Perwakilan Rakyat,” tutur Najib.
Dengan kondisi demikian, tegas Ketua DPW PAN Jawa Barat ini, penerapan amandemen UUD 1945 telah sejalan dengan prinsip-prinsip negara demokrasi.
“Jadi dilihat dari segi konstitusi, Indonesia adalah negara demokratis,” tegas Najib.
Meski demikian, Najib menilai, bahwa amandemen UUD 1945 masih meninggalkan sejumlah pekerjaan rumah (PR). Salah satunya terkait dengan posisi penempatan Jaksa Agung.
“Akan lebih tepat apabila posisi kejaksaan dilebur dalam lembaga yang independen semacam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” tegas Najib.
Najib melanjutkan, benturan antar peraturan perundangan-undangan bisa saja terjadi karena mungkin norma hukumnya tidak singkron atau saling bertentangan baik vertikal maupun herisontal.
“Seringkali sebuah ketentuan hukum dalam UU yang telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat oleh Mahkamah Konstitusi, tidak diikuti oleh peraturan di bawahnya,” tutur Najib.
Najib menambahkan, munculnya perda sebagai bagian dari peraturan perundanganundangan kerap mengundang kontroversial jika dihadapkan dengan peraturan Presiden dan Peraturan Menteri yang tidak disebut dalam UUD.
“Untuk itu, kewenangan judicial review baik terhadap UU atau di bawah UU perlu disatukan dalam satu atap di bawah Mahkamah Konstitusi,” tandas Najib.
Laporan: Muhammad Hafidh