KedaiPena.Com- Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus syarat ambang batas pencalonan Presiden atau Presidential Threshold sebesar 20 persen akan berdampak kepada aturan pelaksanaan Pilpres ke depan.
“Putusan tersebut perlu dicermati terutama implikasi pengaturan pelaksanaan dan kontestasi pilpres ke depan,” kata Karyono kepada awak media di Jakarta, Minggu,(5/1/2025).
Karyono mengungkapkan, dihapusnya syarat ambang batas pencalonan Presiden atau Presidential Threshold sebesar 20 persen berimplikasi dan menimbulkan kompetisi yang tidak sehat.
Karyono meyakini polarisasi masyarakat justru berpotensi melebar jika tidak diantisipasi dari aspek regulasi dan teknis pelaksanaannya.
“Oleh sebab itu MK meminta lembaga pembentuk undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusi (constitution engineering) termasuk di dalamnya harus memperhitungkan agar calon presiden dan wakil presiden tidak terlalu banyak, supaya tidak mengganggu hakikat pemilihan langsung oleh rakyat untuk menghasilkan pemilu yang demokratis dan berintegritas,” ungkap Karyono.
Tak hanya itu, Karyono mengungkapkan, implikasi lainnya yang perlu dicermati adalah rusaknya mental elit dan para aktor politik yang terbiasa menggunakan cara-cara inkonstitusional untuk meraih kemenangan. Terutama, yang memelihara budaya politik transaksional dan menghalalkan segala cara.
“Melakukan money politic dengan berbagai variasi, intimidasi, kampanye hitam, menyebarkan hoaks, manipulasi suara, melibatkan oknum ASN dan aparat dan cara-cara kotor lainnya yang mengabaikan etika, hukum dan moral,” jelas Karyono.
Di sisi lain, lanjut Karyono, rendahnya pemahaman politik dan minimnya kesadaran demokrasi masyarakat di akar rumput juga menjadi masalah tersendiri yang memerlukan solusi. Karyono menyinggung pentingnya pendidikan tentang prinsip pemilu yang demokratis dan berintegritas.
“Berbagai masalah tersebut terjadi berulang kali setiap pemilu. Oleh karena itu, jika kondisi tersebut masih belum diperbaiki, maka banyaknya calon presiden alternatif belum tentu menghasilkan pemilu dan pemimpin yang berkualitas dan berintegritas,” jelas Karyono.
Karyono menerangkan, banyaknya calon presiden tentu akan membuat biaya pemilu akan bertambah besar. Apalagi potensi pilpres dua putaran justru sangat besar jika persyaratan calon terpilih tidak berubah.
“Pasal 159, ayat 1 UU No.42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden telah diatur penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih,” papar Karyono.
Karyono melanjutkan, bahwa beban
kerja penyelanggara pemilu juga meningkat dengan terbuka para parpol mengusung calon Presiden.
“Jika tidak diantisipasi maka menimbulkan tragedi seperti yang terjadi pada pemilu 2019, banyak korban meninggal dunia sakit karena kelelahan,” tandas Karyono.
Laporan: Muhammad Rafik