KedaiPena.Com – Harus ada penegasan pemisahaan keuangan negara dan iuran ASABRI. Apakah itu masuk dana keuangan negara seperti dijelaskan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 atau tidak.
Demikian dikatakan Pakar Hukum Universitas Gajah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar.
Akbar juga mengatakan bahwa harus ada auditor lain yang relevan dan kompeten untuk mengatakan bahwa dana tersebut apakah termasuk kerugian negara, sehingga BPK tidak menjadi pemain tunggal dalam perhitungan dugaan kerugian negara dalam kasus ini.
“Sebaiknya BPKP dapat juga menilai. Selain itu Majelis Kehormatan Kode Etik BPK seharusnya melakukan waskat,” kata dia dalam keterangan yang diterima redaksi, Sabtu (10/12/2021).
Akbar menilai jika dalam investasi saham, seharusnya ada pengawasan dan pengamanan terhadap harga saham agar tidak merugikan pihak ketiga.
Namun menurutnya dalam penanganan kasus ASABRI, jika merujuk pada UU 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, maka sebaiknya sanksi administratif terlebih dahulu dilakukan.
Selain itu, pengembalian kerugian negara yang diutamakan, bukan hanya penghukuman badan.
Hal serupa sebelumnya juga pernah disampaikan aktivis HAM sekaligus praktisi hukum Haris Azhar, bahwa dalam pandangannya terkait kasus-kasus seperti ASABRI atau Jiwasraya, terlihat jelas pemerintah hanya sebatas ingin melakukan penegakan hukum saja tanpa keinginan untuk memberikan kepastian hukum.
Menurut Haris Azhar, pemerintah tidak memertimbangkan dampak panjangnya yang terjadi kepada pihak ketiga atau korban yang terimbas kasus ini.
“Ada banyak pihak ketiga yang kehilangan haknya gara-gara pemerintah sekadar mau menjalankan proses hukum, tapi tidak ada perlindungan terhadap pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum,” ujar Haris, belum lama ini.
Laporan: Sulistyawan