KedaiPena.com – Pakar Lingkungan UI, Mahawan Karuniasa menjelaskan yang dimaksud dengan Green Financial Crime, secara umum, adalah semua hal aktivitas keuangan atau finansial yang merusak lingkungan.
“Tentu saja itu melibatkan pendanaan, investasi termasuk juga hasil atau income dan saving (simpanan) yang bersumber dari pendanaan dan investasi yang merusak lingkungan,” kata Mahawan, Minggu (22/1/2023).
Ia juga menyatakan, terdapat pendapat lainnya, bahwa Green Financial Crime itu merujuk pada semua aktivitas finansial yang melanggar hukum.
“Tapi kalau menurut saya, dalam perpektif ilmu lingkungan, tentu saja tidak terbatas hanya pada yang illegal atau melanggar hukum saja. Yang sesuai dengan hukum pun, jika merusak lingkungan maka akan termasuk kategori green financial crime,” urainya.
Dan kalau dikaitkan dengan Green Economy, dimana pelaku ekonomi ingin bertransisi menuju kegiatan ekonomi bisnis yang ramah lingkungan, maka keengganan untuk bertransisi pun dapat menjadi Green Financial Crime.
“Karena jika melakukan business as usual, mereka akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Tak perlu membayar jasa lingkungan. Tak perlu mengeluarkan biaya untuk lingkungan,” urainya lagi.
Mahawan juga menyatakan bahwa semua aktivitas yang men-deplesi sumber daya alam lingkungan pun dapat dikategorikan sebagai Green Financial Crime.
“Termasuk juga Green Washing, yaitu kegiatan berpura-pura melakukan kegiatan ramah lingkungan, padahal hanya untuk mencuci uang,” katanya lebih lanjut.
Salah satu yang potensial untuk berpotensi terjadinya Green Financial Crime adalah eksploitasi sumber daya mineral, karena saat ini harganya sedang tinggi.
“Harga pasar sedang baik, sehingga sumber daya alam dikeruk lah habis-habisan untuk dijual. Investasi kesana, pendanaan kesana, aliran dana kesana, karena menghasilkan uang yang lebih tinggi,” ucapnya.
Satu sektor lagi yang cukup berpotensi adalah kehutanan, dalam bentuk illegal logging dan perdagangan tumbuhan atau satwa yang masuk dalam kategori langka atau sudah mau punah.
“Semakin mau punah, semakin mahal harganya. Sehingga keuntungannya menjadi tinggi. Tak peduli hal tersebut merusak lingkungan,” ucapnya lagi.
Mahawan menyatakan untuk melakukan pencegahan, di Indonesia sendiri sebenarnya peraturannya sudah ada.
“Yang perlu ditambah adalah upaya penegakan aturannya dan memperbaiki peraturan yang ada. Misalnya meringkas peraturan yang ada dengan menjadi lebih sedikit tapi mencakup semuanya. Contoh Perppu No 2 CK 2022, peraturan pelaksanannya, terutama terkait investasi dan komponen sistem keuangan lainnya dapat memastikan tidak merusak lingkungan,” kata Mahawan melanjutkan.
Termasuk juga menyentuh seluruh institusi yang ada dalam sistem keuangan Indonesia. Salah satunya perbankan.
“Jika yang pandai mengatur, mulai dari pendanaan, investasi, akan menghasilkan income, saving, itu juga perlu dicermati. Karena selama ini, saya belum melihat sustainable report dari sektor keuangan yang mampu memenuhi kriteria ramah lingkungan atau sustainability. Masih banyak yang bolong-bolong,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa