KedaiPena.Com- Sekjen Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia atau Mahupiki Azmi Syahputra mengingatkan, pemerintah untuk memperhatikan dan melindungi prinsip hukum adat masyarakat dalam konflik di Rempang, Batam, Kepulauan Riau baru-baru ini. Azmi begitu ia disapa menekankan hal itu wajib dipenuhi oleh pemerintah.
“Pemerintah wajib memperhatikan, melindungi prinsip hukum adat masyarakat suku asli Melayu pulau Rempang dan kampung tua Galang,” kata dia, Rabu,(13/9/2023).
Ia menegaskan, pemerintah juga harus segera turun dan fokus mengatasi kisruh pulau Rempang. Pasalnya, tegas dia, saat ini telah terjadi unjuk rasa perlawanan masyarakat kepada petugas.
“Perlu diingat biasanya perlawanan masyarakat secara kolektif muncul karena ada ketidakadilan dan posisi tawar masyarakat yang tidak kuat, apalagi menghadapi para pelaku fungsional pengendali perusahaan dari negara lain,” jelas Azmi.
Azmi mengatakan bahwa komunitas suku melayu adalah salah satu entitas bangsa yang termasuk dalam hubungan bangsa-bangsa. Suku melayu, kata Azmi, tidaklah muncul secara spontan tanpa suku bangsa yaitu unsur tradisi kampung tua.
“Karenanya demi urgensi perlindungan masyarakat, hendaknya pemerintah jangan abaikan hak masyarakat adat, prinsip keadilan antar generasi pada saat mengintegrasikan pembangunan ekonomi dengan hak lahan masyarakat suku asli,” ujar Azmi.
Dengan demikian, tegas Azmi, penguasaan lahan untuk investor seharusnya dilakukan dan dilandasi evaluasi yang sungguh- sungguh. Hal ini, tegas Azmi, termasuk memastikan mendapatkan penerimaan masyarakat.
“Karenanya sampai saat ini masih ada perlawanan masyarakat pemerintah harus segera menuntaskan permasalahan ini,” pungkas Dosen Hukum Universitas Trisakti ini.
Sebelumnya, bentrokan antara polisi dengan warga Pulau Rempang, Batam, pecah pada Kamis (7/9/2023). Masyarakat setempat menolak rencana pembangunan proyek nasional Rempang Eco City.
Bentrok itu terjadi ketika petugas gabungan dari Polri, TNI, Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam, dan Satpol PP akan melakukan proses pengukuran untuk pengembangan kawasan tersebut oleh BP Batam.
Sebagian masyarakat adat menolak direlokasi imbas proyek ini karena khawatir akan kehilangan ruang hidup mereka. Total ada 10.000 warga dari 16 kampung adat dilaporkan terdampak Rempang Eco City.
Laporan: Tim Kedai Pena