KedaiPena.Com – Postur anggaran di RAPBN tahun 2022 masih perlu penyempurnaan. Utamanya, dari sisi anggaran kesehatan dan perlindungan sosial di tahun 2022.
Demikian disampaikan oleh Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal dalam Zoominari Kebijakan Publik yang dipandu oleh Co-founder Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat.
“Saya rasa tak ada yang bisa menjamin 2022 tak ada lonjakan (COVID-19). Kita semua tentu tidak ingin karena berdampak ke masyarakat, ke perekonomian. Tapi tidak lantas menutup kemungkinan di 2022 tidak akan terjadi lonjakan,” kata Faisal dalam keterangan tertulis, ditulis, Sabtu, (21/8/2021).
Faisal berkaca, pada APBN 2021 kemarin dimana sama bahwa RAPBN 2022 sudah antisipatif namun belum pre-emptive.
Sehingga akan terulang kembali dimana kejadian lonjakan varian delta di 2021 membuat pemerintah harus mengalokasikan anggaran untuk penanganannya dan berdampak ke perekonomian termasuk kalau terjadi lonjakan di 2022.
“Sampai Semester 1 2021, COVID-19 di Indonesia sempat mengalami penurunan. Namun tiba-tiba ada lonjakan atau gelombang kedua pertengahan Juni 2021. Adanya lonjakan di 2021 membuat pemerintah harus mengalokasikan anggaran lagi untuk penanganannya. Sehingga berdampak ke perekonomian termasuk kalau terjadi lonjakan di 2022. Artinya tidak ada yang bisa memprediksi dan ketika itu terjadi ini dampaknya tekanannya ke ekonomi, terhadap juga APBN karena pemerintah harus menambah lagi biaya untuk perlindungan sosial, kesehatan dan lain-lain,” ujar Faisal.
Faisal pun mempertanyakan, alasan anggaran PEN 2022 yang malah menurun khususnya untuk kesehatan dan perlindungan sosial.
Ia menegaskan, jika anggaran tersebut diturunkan hanya akan menjadi permasalahan baru kalau terjadi lonjakan COVID-19 di 2022.
“Untuk hindari lonjakan COVID- 19 di 2022 seharusnya vaksinasi harus terus didorong, bahkan kalau bisa dengan jenis vaksin lebih bagus kalau ingin mencegah kejadian lonjakan pandemi yang ber-impact ke ekonomi. Secara keseluruhan sektor kesehatan dianggarkan Rp 255,3 triliun. Angka tersebut masih lebih rendah dibanding untuk infrastruktur yaitu Rp 384,8 triliun,” pungkas Faisal.
Laporan: Muhammad Lutfi