KedaiPena.Com – CEO Mizan, Yadi Saeful Hidayat, menganggap pajak penulis buku 15 persen dapat menghambat pertumbuhan literasi di Indonesia. Karenanya, dia mempertanyakan dasar kebijakan itu.
“Menurut saya, ini harus menjadi consern pemerintah. Kenapa tempat hiburan tidak dikenai pajak? Anehnya, penulis yang justru memperkaya anak-anak dalam mempersiapkan generasi muda, dikenai pajak,” ujarnya di Bogor, Jawa Barat, Senin (30/10).
Bagi Yadi, pajak penulis buku cukup besar. Akibatnya, membuat sejumlah penulis bersuara. Tere Liye dan Dee Lestari, misalnya. “Belum lagi mereka harus membayar pajak lainnya, seperti penghasilan di akhir tahun dan penjenjangan tarif,” bebernya.
Yadi mengingatkan, minat literasi generasi muda terus bertumbuh. Banyak anak-anak di daerah pandai menulis dan mengikuti kompetisi yang digelar Dirjen Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan Mizan.
Anak-anak yang berkompetisi tergabung dalam komunitas Kecil-kecil Punya Karya (KKPK) Mizan. Lalu, karya pemenang akan diterbitkan Mizan. “Dan setiap buku yang mereka terbitkan mendapatkan royalti,” tambahnya.
Namun, kebijakan pajak menulis diyakini bakal menghambat pertumbuhan literasi. Karenanya, diharapkan kebijakan itu dikaji ulang. “Kita berkaca pada Malaysia yang menghapus kebijakan pajak penulis ini dan beberapa negara, seperti Jerman, nilai pajaknya kecil tidak sebesar di Indonesia,” tutupnya.