Artikel ini ditulis oleh Abdullah Hehamahua, Ahli Hukum, Pengamat Sosial Politik.
Soekarno, Proklamator, Pemimpin Besar Revolusi, Panglima Tertinggi ABRI, Mandataris MPRS, dan Presiden seumur hidup. Namun, 11 Maret 1967, Soekarno dilengserkan oleh mahasiswa. Beliau dihalau dari istana. Soekarno meninggal dalam status tahanan rumah. Tragis!
Soeharto, 32 tahun berkuasa. Beliau Bapak Pembangunan. Soeharto juga Ketua Pembina Golkar. Pemilu 1997, Golkar memeroleh 75,17 persen suara. Namun, 1998, Soeharto dilengserkan mahasiswa. Beliau meninggal dalam status terdakwa korupsi.
Reformasi 1998 memberi harapan baru. Rakyat mengharapkan, reformasi bermakna, kembali ke alinea empat Pembukaan UUD 45: (a) Terlindunginya bangsa dan tumpah darah Indonesia; (b) Sejahteranya rakyat; (c) Bangsa yang cerdas; dan (d) Berperan dalam memicu terciptanya perdamaian dunia yang abadi.
Faktanya, keempat tujuan kemerdekaan tersebut, jauh panggang dari api. Penyebabnya, Pemerintah mengulangi ulah Orla dan Orba. Apakah Jokowi akan mengalami hal serupa seperti Soekarno dan Soeharto? Wait and see!
Reformasi, Ganti Sistem Pemerintahan
Reformasi berasal dari perkataan Inggeris, “reform.” Ia adalah kata benda yang berarti “perbaikan” atau “pembaruan”. “Reform” sebagai kata kerja berarti, menjadi “lebih baik, memperbarui, membaiki, dan membaiki diri.”
Simpulannya, reformasi adalah sebuah proses pembentukan kembali dari suatu tatanan kehidupan yang lama menjadi pola hidup baru. Tujuannya, tercipta kehidupan yang lebih baik dengan melihat keperluan masa depan. Masa depan Indonesia adalah sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 45. Bahasa kerennya: “Gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja.” Ia, masyarakat yang aman, adil, makmur dan diridhai Allah SWT. Bahasa orde reformasi: Masyarakat Madani.
Fakta di lapangan, Ketua Bappenas mengatakan, 50 persen rakyat Indonesia mengalami penurunan penghasilan. Bahkan, menurutnya, 26 persen tulang punggung keluarga, kehilangan kerja. Namun, pekerja asing ramai-ramai memasuki Indonesia. Ada 183,7 juta fakir miskin yang tidak dapat penuhi kebutuhan gizi harian. Tragisnya, LBP punya 27 jabatan. Bahkan, Sri Mulyani dengan bangga mengatakan, punya 30 jabatan. Tidak sampai di situ. Ada 63 anak buahnya punya kekayaan yang mencurigakan. Mereka juga punya simpanan milyaran rupiah di bank. Bahkan, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan mengatakan, KPK telah mengantongi data dan informasi sekitar 134 pegawai pajak memiliki saham di 280 perusahaan. Belum lagi informasi Menko Polhukam tentang Rp300 triliun rupiah yang bergentayangan di lingkungan pegawai Kemenku. Pada waktu yang sama, para pejabat dan keluarganya suka pamer kekayaan.
Ironisnya, kekayaan empat orang dari 9 naga, sama dengan apa yang dimiliki seratus juta penduduk miskin. Ada konglomerat yang punya jutaan hektar lahan. Padahal, jutaan rakyat tanpa semeter pun lahan. Bahkan, masih banyak yang tidur di emperan toko atau di bawah jembatan. Padahal, pasal 34 ayat (1) UUD 45 menyebutkan, “Fakir, miskin, dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.”
Indonesia sudah 77 tahun merdeka. Namun, tingkat kecerdasan bangsa, masih mendukacitakan. “Human Development Index” (HDI) Indonesia, rangking kelima di Asia Tenggara. Tragisnya, menurut “World Population Review 2022,” nilai rata-rata IQ penduduk Indonesia, hanya 78,49. Indonesia berada di posisi ke-130 dari 199 negara yang diuji. Tragisnya, IQ rata-rata orang Indonesia hampir sama dengan simpanse, di antara 70 – 95.
“Organisation for Economic Co-operation and Development” (OECD), mengumumkan hasil studi “Programme for International Student Assessment” (PISA) 2018 tentang kemampuan siswa Indonesia. Datanya miris. Sebab, kemampuan siswa Indonesia dalam membaca, meraih skor rata-rata, 371. Padahal, rata-rata skor OECD, 487. Skor rata-rata matematika siswa Indonesia, 379. Skor rata-rata OECD, 487. Sains, skor rata-rata siswa Indonesia, 389. Skor rata-rata OECD, 489.
Simpulannya, tujuan kemerdekaan bisa tercapai jika sistem pemerintahan dan tata kelolanya, diganti.
Pemerintah yang Tergadai
Rumah gadai di Indonesia punya “tagline”: “Menyelesaikan Masalah Tanpa Masalah.” Era Reformasi, khususnya pemerintahan Jokowi, banyak masalah. Sebab, Pemerintah menyelesaikan “masalah” dengan “masalah.” Hal tersebut dilihat dari utang negara yang super besar. Utang terbesar sejak Indonesia merdeka justru terjadi dalam pemerintahan Jokowi. Itu masalah pertama. Masalah kedua, bunga utang yang luar biasa. Tahun 2022 saja, bunga utang, Rp405 triliun. Tahun ini (2023), bunga utang, dianggarkan Rp441 triliun.
Masalah ketiga, proyek Kereta Api Jakarta – Bandung. Ia dibuat untuk mengatasi kemacetan Jakarta. Anehnya, ibu kota malah dipindahkan. Linglung, pelupa atau KKN? Kereta api Jakarta – Bandung tidak menggunakan APBN. Itu janji Jokowi. Sekarang, negara harus “nombok” 21,4 trilyun rupiah. Masa konsesi proyek 50 tahun, akan diperpanjang menjadi 80 tahun. Penjajahan gaya baru? Atau Pemerintah yang sudah tergadai.
Masalah keempat, IKN dipindahkan karena Jakarta sering kebanjiran. Faktanya, bayi ibu kota itu digenangi air hujan dan rob. Pemerintah yang bodoh atau oligarki yang licik?
Masalah kelima, di bidang hukum, pedang yudikatif tajam ke bawah, tumpul ke atas. HRS hanya melanggar aturan covid 19. Beliau dijatuhi hukuman 2 tahun dan 8 bulan penjara. Denda 20 juta rupiah, dibayar tunai. Mantu dan anak presiden berkerumun dalam kampanye Pilkada, tidak tersentuh Penegak Hukum. Gusnur dituntut 10 tahun penjara karena mempersoalkan ijazah Jokowi. Namun, Harun Masiku masih gentayangan di luar penjara. Sejumlah orang dipidana, mulai dari 1,5 tahun penjara sampai hukuman mati karena terlibat pembunuhan Brigadir Yosua. Namun, enam pengawal HRS yang dibunuh secara sadis, pembunuhnya bebas.
Simpulannya, Indonesia jauh dari tujuan kemerdekaan karena ia tergadai di tangan oligarki. Sebab, oligarki adalah suatu pemerintahan yang dikendalikan Pengusaha. Oligarki juga bermakna, Pengusaha yang jadi Penguasa. Menko LBP misalnya, punya 16 perusahaan. Beliau, Pendiri PT Toba Sejahtera yang bidang usahanya meliputi: kelistrikan, tambang, minyak, gas, perkebunan, properti, dan industri. PT ini punya 16 anak perusahaan yang beroperasi di berbagai sektor.
Berdasarkan LHKPN 2021, kekayaan Luhut, Rp716,31 miliar. Beliau mitra kerja Jokowi sebelum suami Iriana ini jadi walikota Solo. Olehnya, LBP bisa kendalikan sejumlah anggota eksekutif, legislative, dan yudikatif.
Erick Thohir, Menteri BUMN, punya enam perusahaan: PT Media Golfindo; PT Mahaka Radio Integra Tbk; PT Radio Attahiriyah (Jakarta); PT Radio Camar (Surabaya); PT Suara Irama Indah; PT Danapati Abinaya Ivestama (Jak TV); PT Kalyanamitra Adhara Mahardhika (Alive Indonesia); PT Avabanindo Perkasa; dan PT Republika Media Mandiri. Erick punya kekayaan Rp2,31 triliun. Olehnya, beliau mudah kalahkan Menteri Pemuda dan Olahraga untuk jadi Ketua PSSI.
Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto punya sejumlah perusahaan di antaranya: PT. Graha Curah Niaga; PT. Jakarta Prime Crane; PT. Bisma Narendra; dan PT. Sorini Corporation Tbk. Kekayaannya dalam LHKPN (2022), Rp425,6 milyar. Kekayaannya meningkat 409 persen dalam 4 tahun.
Rezim Jokowi, Kaya Raya
KPK mengatakan, 70,3 persen pejabat Indonesia bertambah kekayaannya selama pandemi setahun terakhir. Menurut Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, ada 58 persen menteri yang kekayaannya bertambah lebih dari Rp 1 miliar. Menurutnya, ada 10 anak buah Jokowi yang kaya: Anggota Wantimpres Tahir, punya kekayaan, Rp8,74T; Sandiaga Uno, Rp3,81T; Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, Rp2,42T; Erick Thohir, Rp2,31T; Prabowo Subianto, Rp2,02T; Kabag Kesra Sekda Kabupaten Rokan Hulu, Umzakirman, Rp1,80T; Kepala Sekolah SMKN 5 Tangerang, Nurhali, Rp1,60T; Direktur Digital Business PT Telkom, Muhammad Fajrin, Rp1,52T. Anggota Wantimpres, Muhammad Mardiono, Rp1,27T; dan Wakil Camat Setiabudi, Jan Hider Oslannd, Rp958,60 miliar.
Bagaimana kekayaan Jokowi dan keluarganya? Tunggu artikel berikutnya!
Apakah orde reformasi tetap dibiarkan tergadai? Tidak!. Caranya? Pertama, Aparat Penegak Hukum, khususnya KPK segera bongkar kekayaan pejabat dan ASN yang tidak wajar agar diproses secara pidana. Kedua, KPK ungkap pidana pokok yang menjadi pintu terjadinya pencucian uang senilai 300 triliun rupiah. Ketiga, DPR segera bentuk Pansus guna mengungkap kasus “money laundering,” khususnya yang terjadi di Kemenkeu. Terakhir, MPR segera adakan Sidang Umum Istimewa untuk tetapkan negara kembali ke UUD 45 yang asli. Semoga!
Depok, 24 Maret 2023
[***]