KedaiPena.com – Sejumlah organisasi profesi (OP) kesehatan yang terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menuntut agar RUU Kesehatan jangan disahkan.
Juru Bicara Aliansi Nasional Nakes dan Mahasiswa Kesehatan Seluruh Indonesia, Mahesa Paranadipa mengatakan ada sejumlah substansi dalam RUU Kesehatan yang mengancam sistem kesehatan nasional.
Selain itu ia menilai proses penyusunan RUU Kesehatan ini tidak melibatkan para anggota organisasi profesi alias tidak transparan.
“Kami melihat ada upaya-upaya untuk memasukkan liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan. Kalau kita bicara kesehatan hari ini, kalau semua dibebaskan tanpa kontrol sama sekali, tanpa memperhatikan mutu pelayanan kesehatan. Maka ancamannya adalah seluruh rakyat,” kata Mahesa melalui keterangan tertulis, Senin (28/11/2022).
Para perwakilan OP medis sebelumnya mendapat informasi terkait draf naskah RUU Kesehatan yang bocor. Dalam draf itu terdapat beberapa kondisi yang tidak disepakati oleh mereka, yakni penghapusan UU Profesi.
“Padahal UU Profesi memiliki posisi penting dalam tata laksana dan hak kewajiban masing-masing OP di Indonesia. Kami telah sepakat bahwa kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat,” ujarnya.
Adapun UU Profesi yang dimaksud meliputi UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, dan UU Nomor 4 tahun 2019 tentang Kebidanan.
“Jadi ada beberapa substansi-substansi lain misalnya penghapusan peran organisasi profesi dalam pengawasan, pembinaan, serta penerbitan rekomendasi,” ucapnya lagi.
Selain itu, para OP Kesehatan juga memprotes perubahan pada masa berlaku surat tanda registrasi (STR) dalam RUU Kesehatan. Mereka menolak aturan STR dalam RUU Kesehatan berlaku untuk selamanya. Sementara berdasarkan aturan terkini, yakni Permenkes Nomor 83 tahun 2019, STR berlaku selama lima tahun sejak pendaftaran oleh tenaga kesehatan.
“Dan di seluruh negara tidak ada itu izin STR seumur hidup. Adanya terus dievaluasi, tujuannya adalah untuk keselamatan pasien dan rakyat,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa