KedaiPena.Com – Kolumnis South China Morning Post, Jake Van Der Kamp menyoroti pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah ketiga terbesar setelah India dan Cina.
Jake menguraikan bahwa pertumbuan ekonomi Indonesia pada kisaran sebesar lima persen berada pada urutan ke-13, dan bukan ketiga seperti yang disebut-sebut oleh Jokowi. Tulisan itu sontak menjadi polemik.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi Keuangan Heri Gunawan mengungkapkan, bahwa pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia bukan urusan tinggi-tinggian, serta juga bukan urusan besar-besaran.
Tapi, urusan seberapa hebat melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Itulah tugas konstitusional pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Lalu juga tentang bagaimana ia tumbuh secara berkualitas. Pertanyaannya, apakah ekonomi yang dibangga-banggakan itu sudah mampu membebaskan rakyat dari jeratan pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan,” ujar Heri kepada KedaiPena.Com, Jumat (5/5).
Selain itu, jelas Heri, dari data yang ada, pada tahun 2015 ekonomi nasional hanya tumbuh 4,79 persen, tahun 2016 sebesar 5 persen, dan pada tahun 2017 diprediksi mencapai 5,2 persen.
Namun, sayangnya, pertumbuhan itu kurang berkontribusi besar terhadap persoalan bangsa yakni pengangguran cenderung naik, kemiskinan makin dalam dan ketimpangan semakin menganga.
“Pada sudut pengangguran, jika dibandingkan dengan angka tahun 1986 yang hanya 2,7 persen, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) meningkat menjadi 5,61 persen pada tahun 2016 atau naik hampir 3 persen,” beber dia.
“Jika dibandingkan dengan sebelum krisis 1998 yang hanya 5,61 persen, rata-rata TPT pasca krisis meningkat drastis menjadi 7,94 persen. Artinya, pertumbuhan yang ada selama ini belum memberi perbaikan yang signifikan atas masalah pengangguran. Lalu apa yang mesti dibanggakan dari pertumbuhan yang seperti itu,” sambung dia.
Selain itu, kata Heri, pada sudut kemiskinan, periode sebelum Jokowi, tingkat kedalaman kemiskinan ada pada angka 1,75 (tahun 2014). Namun, pada tahun 2015 memburuk menjadi 1,97 pada tahun 2015 dan 1,94 pada tahun 2016. Lebih jauh, kedalaman kemiskinan di desa masih lebih parah dibandingkan dengan daerah perkotaan.
“Lebih jauh lagi, kemiskinan di luar Pulau Jawa melebihi kemiskinan nasional sebesar 10,86 persen. Sekali lagi, lalu apa yang bisa dibanggakan dari pertumbuhan ekonomi semacam itu,” tandas Politikus Gerindra ini.
Laporan: Muhammad Hafidh