KedaiPena.Com – Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara mengaku menemukan kesalahan prosedur dalam penetapan tarif sewa lahan di kawasan Pelabuhan Perikanan Samudra Belawan (PPSB), yang dikelola oleh Perum Perikanan Indonesia (Perindo).
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sumut Abyadi Siregar menjelaskan, kesalahan itu diketahui dari pemeriksaan Ombudsman terhadap Perindo yang dihadiri GM Perindo cabang Belawan Arif Hidayat, baru-baru ini. Pemeriksaan itu terkait laporan para pelaku usaha perikanan yang menyewa lahan dari BUMN tersebut.
Dalam pertemuan itu, Ombusman meminta keterangan penting terkait beberapa hal, seperti penetapan tarif yang diprotes pengusaha, kemudian mempertanyakan alasan dan dasar Perindo memungut biaya sumbangan pemeliharaan prasarana (SPP), serta mempertanyakan tentang pungutan kompensasi bagi pelaku usaha.
“Tiga hal itu yang menjadi poin pertanyaan kita. Untuk penetapan tarif kita menggali banyak informasi terkait mekanisme dan prosedur penetapan tarif, sehingga keluar SK No 63 tentang kenaikan tarif itu keluar,” kata Abyadi kepada wartawan di Medan, Senin (13/3).
Menurut Abyadi, keterangan GM Perindo cabang Belawan Arif Hidayat menyebutkan, ada kesalahan prosedur dalam proses penetapan kenaikan tarif sewa lahan Perum Perindo. Kesalahan itu dilakukan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Toha di Jakarta selaku konsultan penilai publik.
“Kalau dari Perindonya sudah benar, karena sudah menggunakan pihak ketiga untuk melakukan kajian dalam menaikkan tarif. Hanya KJPP ini ternyata prosesnya tidak menemui masyarakat, tidak berkomunikasi dengan pengusaha sebagai pengguna layanan. Kemudian menetapkan tarif total Rp72 ribu per meter kubik per tahun, yakni untuk sewan lahan, SPP dan administrasi. Perindo melihat angka itu terlalu tinggi sehingga diturunkan menjadi Rp35 ribu. Dan angka Rp 35 ribu itu kemudian ditetapkan melalui SK Direksi tentang kenaikan tarif Nomor 063,” urai Abyadi.
Ia menambahkan, dari proses yang dilakukan KJPP tersebut, pihaknya melihat ada prosedur yang tidak dilalui sehingga output yang dihasilkan tidak memenuhi kepentingan pengusaha sebagai pengguna layanan.
“Dalam kasus ini kami melihat harus dilakukan penilaian ulang kembali untuk mendapatkan hasil yang memenuhi kepentingan dua belah pihak, baik Perindo sebagai BUMN maupun pengusaha sebagai pengguna layanan,” ujarnya.
Abyadi menambahkan, pihaknya juga mempertanyakan variabel-variabel pungutan yang diterapkan kepada para pelaku usaha, misalnya SPP yang diperuntukkan bagi pemeliharaan prasarana jalan dan drainase di kawasan tersebut. Perindo sendiri, mengakui jalan dan drainase di kawasan itu dibangun dan dirawat oleh UPT PPSB dibawah Kementerian Kalautan Perikanan (KKP).
“Maka kita menilai SPP ini harus dihapuskan, karena yang membangun dan merawat jalan dan drainase itu bukan mereka (Perindo,red), tetapi UPT PPSB. Perindo tidak punya kewenangan, dan itu membebani pelaku usaha,” tegasnya.
Ombudsman juga mempertanyakan uang kompensasi yang dibebankan kepada pengusaha, karena sewa minimal uang kompensasi tersebut, jumlahnya bervariasi.
“Itu juga harus dihentikan karena tidak jelas dasarnya. Maka kita minta kepada Perindo pusat, sepanjang pengutipan tidak ada dasar hukumnya, SPP dan kompensasi harus dihentikan karena itu merupakan pungli. Ini akan jadi saran Ombudsman kepada perum perindo pusat karena penetapan kenaikan tarif ini oleh direksi di Jakarta,” pungkas Abyadi.
Diberitakan beberapa waktu lalu, pengusaha perikanan yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Perikanan Gabion Belawan (AP2GB) mengeluhkan sejumlah kebijakan yang diterapkan oleh Perum Perindo, yang dinilai sangat memberatkan dan menyulitkan pelaku usaha.
Diantaranya penetapan kenaikan tarif sewa lahan yang mencapai 500 persen lebih, biaya SPP dan uang kompensasi tanpa meminta pendapat para pelaku usaha selaku pengguna layanan. Untuk sewa lahan misalnya, sebelumnya Rp4000 per meter menjadi Rp36 ribu per meter.
Laporan: Dom