KedaiPena.Com – Percukongan adalah istilah yang lebih sederhana untuk oligarki. Cukong yang mengatur negara,
membiayai undang-undang, peraturan, termasuk membiayai politisi korup, media massa, lembaga survei, spin doctor, influencer, dan penegak hukum.
Demikian disampaikan Akademisi UBK Jakarta, Gede Sandra di Jakarta, Sabtu (10/7/2021).
“Sistem percukongan ini sangat kompak,
kekuatannya lintas parpol. Contoh kemenangan oligarki terjadi dalam revisi UU KPK, revisi UU Minerba, dan UU Cipta Kerja,” kata dia.
Pelemahan KPK adalah tujuan utama revisi UU KPK, ini akan melindungi para politisi korup. Sementara dalam revisi UU Minerba yang diuntungkan adalah para cukong pengusaha tambang yang
memperoleh perpanjangan konsesi otomatis dan pembebasan pajak PNBP.
“Nyatanya sebagian menteri di kabinet dan politisi di parlemen juga memiliki usaha pertambangan,” tegas Gede.
Selain itu, dalam UU Cipta Kerja yang juga paling diuntungkan jelas para cukong pemilik pabrik, karena banyak hak pekerja yang dikorbankan di sini.
Anti pekerja adalah karakter asli para cukong, yang mereka pikirkan hanyalah bagaimana meningkatkan profit usahanya saja.
“Sistem percukongan (oligarki) ini berlindung di balik sempitnya demokrasi. Presidential threshold
haruslah setinggi-tingginya, agar selalu “boneka”-nya para cukong yang menang dan memimpin. Dan kalau bisa, tiga periode katanya,” lanjut peneliti Lingkar Studi Perjuangan ini.
Cukong memang selalu nyaman dengan sistem yang lebih otoriter, kalau bisa mendekati Orde Baru. Sehingga akan sangat berbahaya bagi para cukong bila
akhirnya yang menang adalah calon alternatif yang didukung rakyat, yang menginginkan Indonesia lepas dari jeratan oligarki.
Maka lembaga seperti MK jelas berada di bawah kendali para cukong ini, agar segala gugatan terhadap Presidential Threshold harus ditolak (sudah 15 kali ditolak). Apapun caranya, berapapun biayanya.
“Ambil contoh, ada seorang cukong besar yang mengaku menguasai 112 orang anggota DPR. Merupakan fraksi terbesar. Sebagian perwira tinggi dan menengah di tentara dan kepolisian hingga kejaksaan di bawah kendali si cukong. Kepentingan cukong ini jelas, agar kepentingan bisnisnya diamankan di DPR,” papar Gede.
Bahkan salah satu gubernur jelas adalah juru bicara grup bisnis mereka. Ini
baru satu cukong. Ada cukong-cukong yang lain yang juga memiliki pola permainan mirip. Bisa dibayangkan, akibatnya seluruh pejabat kita dalam trias politica plus pertahanan, disibukkan oleh kepentingan bisnis para cukong.
“Bukannya mereka mengayomi rakyat, malah lebih sering berhadapan dengan rakyat,” Gede melanjutkan.
Oligarki sangat berkepentingan dengan mundurnya demokrasi. Sebisa mungkin bagaimana caranya agar rakyat takut berbicara, maka diadakanlah UU ITE dan Revisi UU KUHAP tentang hukuman
penghina presiden dan anggota DPR.
“Dijaganya angka Presidential Threshold yang tinggi, agar permainan menjadi lebih mudah bagi mereka. Hanya dua calon, dan keduanya harus adalah orang-orangnya oligark. Dibuatnya aturan yang mempersulit munculnya partai baru. Demokrasi menjadi sempit. Akibatnya suara-suara yang menyuarakan ketidakadilan menjadi sulit muncul,” tandas Gede.
Laporan: Sulistyawan