KedaiPena.Com – Segelintir orang, punya pengaruh “garang”. Demikian penegasan terhadap apa yang terjadi di Indonesia saat ini.
“Serangkaian kebijakan diduga kuat diboncengi kepentingan dominan non publik,” kata Presidium Manifes Indonesia (MIn), Heru Santoso di Jakarta, Selasa (19/10/2021).
Betapa tidak, lanjutnya, beberapa peristiwa penting, sebut saja soal lahirnya Undang Cipta Kerja dan amandemen UU Anti Korupsi, cenderung menampung “warna” kepentingan segelintir orang dimaksud.
“Tentunya, itu dimenangkan lewat sebuah “kompromi”. Kompromistik untuk kepentingan non publik, bisa membahayakan kehidupan berbangsa,” lanjutnya.
Kebijakan-kebijakan publik yang lahir nantinya akan menjadi penghambat bagi tumbuhnya nilai-nilai keadilan sosial. Kekayaan negara dieksploitasi sepihak guna ditumpuk bagi kehidupan masa depan individual dan kelompok.
“Publik atau rakyat bisa jadi terabaikan kemanfaatannya di sini,” kecewa dia.
Segelintir orang juga bisa membentuk relasi kuasa demi melanggengkan keberadaannya kini. Keluarga berkuasa, kerabat mengawasi dan rekanan mengamankannya.
“Periodisasi kekuasan dirancang masa akhirnya hingga individunya. Melalui kepemilikan modal mereka berupaya mewujudkan itu,” sambungnya.
Sementara itu, Presidium lainnya, M. Radius Anwar berujar, pemilu di tahun 2024 menjadi target pelanggengan kekuasaannya. Mereka lupa bahwa keterbukaan informasi dan daya kritis publik terus tumbuh dari waktu ke waktu.
“Tingkat kesadaran dan partisipasi publik bisa “membesar” seiring dampak kerusakan dari kebijakan non publik yang dihasilkannya. Dan keikut-sertaan publik pun pada akhirnya sulit dibendung dalam menumbangkan pengaruh dari segelintir orang tadi,” tegasnya.
Refleksi pengaruh dari segelintir orang kelak melandai di pemilu besok (tahun 2024). Ini bisa tersirat dari publik yang masih bisa berlawan hari ini. Meski ditengah kuat-cengkeramannya.
Radius menambahkan, lewat jejaring informasi, memudahkan publik membentuk kesadaran kolektif dalam memaknai kebijakan bahkan ketimpangan yang ada.
“Terbukanya skandal-skandal kasus ekonomi dan keuangan serta politik dan kehakiman menjadi bukti atas itu. Dan ini menjadi pertanda rantai kuasa yang terbangun mulai tergerus alias keropos,” ungkapnya.
Oligarki, jika disimbolisasi bermaterial besi, bisa “karatan” di 2024. Terbukanya informasi, berkembangnya teknologi serta hadirnya generasi muda “baru” akan meng”oksidasi”nya secara pasti.
“Sehingga kepemimpinan nasional kelak bergeser ke “orang” baru penuh “kelengkapan”,” pungkas Radius.
Laporan: Natasha