KedaiPena.Com – Presiden Tangerang Selatan (Tangsel) Club Uten Sutendi menilai bahwa potensi besar sumber daya manusia (SDM) unggul di Tangsel belum terintegrasi dalam satu semangat dan jiwa yang sama.
Hal itu, kata dia, lantaran keberadaan oligarki kelompok-kelompok elit yang berpengaruh, sehingga berdampak pada gagalnya integrasi SDM. Setidaknya, ada enam kelompok elit yang berada di Tangsel.
Pertama, kata Uten, ialah kelompok elit birokrasi yang sangat dominan dalam memainkan peran. Arah, bentuk, dan warna pembangunan kota selama ini adalah produk kelompok ini.
“Mereka menguasai hampir semua jaringan sumber kekuasaan dan permodalan hingga keberadaannya hampir-hampir untouchable, tak tersentuh,” ungkap Uten kepada KedaiPena.Com, Minggu, (3/11/2019).
Uten menjelaskan, kelompok ini seolah berjalan dan mempunyai cara berfikir serta selera tersendiri, bahkan memiliki hak klaim kebenaran sendiri dalam membentuk kota termasuk klaim kebenaran atas segala prestasi yang diraih.
Dalam posisi seperti itu, lanjut Uten, segala saran, kritik, usulan yang disampaikan oleh banyak kelompok warga yang muncul di berbagai forum dan media massa, seringkali dianggap seperti angin lalu.
“Terkesan kekuasaan birokrasi yang dipegangnya seolah milik mereka,” papar Uten.
Kelompok elit kedua, tegas Uten, terorganisasi secara rapih dalam institusi partai politik dan di lembaga perwakilan rakyat (DPRD).
“Aktivitas mereka lebih banyak berafiliasi dan berkolaborasi dengan elit birokrasi hingga hubungannya dengan kelompok masyarakat dan elit lain sulit terjalin baik,” kata Uten.
Uten menegaskan, terjalinnya kolaborasi dengan elit birokrasi membuat para politisi partai politik dan anggota Dewan merasa cukup nyaman untuk tidak berbuat maksimal.
Mereka juga, lanjut Uten, enggan menjalankan fungsinya sebagai kekuatan kontrol yang penting bagi pemerintah.
Sedangkan yang kelompok elit ketiga ialah pengusaha. Begitu banyak para pengusaha kelas menengah atas bermukim di sini yang bisa disinergikan.
“Akan tetapi yang muncul ke permukaan adalah kelompok elit pengusaha lokal yang berafiliasi ke elit birokrasi. Lewat organisasi Kadin dan asosiasi mereka saling berbagi kue APBD dan APBN, hingga cenderung mandul dalam memainkan peran sebagai mitra sejajar dengan pemerintah dalam hal berbagi ide-ide dan gagasan kreatif tentang warna ekonomi dan bisnis pembangunan kota,”ungkap Uten.
“Sebaliknya, mayoritas elit pengusaha menengah atas yang ada di wilayah cluster permukiman elit, lebih senang berafiliasi atau bermitra dengan pihak di luar Tangsel,” sambung Uten.
Untuk elit keempat, lanjut Uten, adalah intelektual kampus lantaran jumlah perguruan tinggi bertaraf nasional dan internasional tumbuh subur di Tangsel.
“Para intelektual berkelas tinggal di Tangsel. Sungguh potensi kekayaan sumber daya manusia yang penting bagi pembangunan. Lagi-lagi kelompok ini pun sebagian mengambil jarak dengan persoalan Tangsel,” tegas Uten.
“Energi dan kapasitas intelektual yang mereka miliki lebih banyak terfokus dan didistribusikan ke hal-hal lain di luar Tangsel. Mereka juga merasa asyik dengan dunia menara gadingnya di kampus-kampus ternama,” sambung Uten.
Uten menambahkan, yang kelima adalah elit budayawan dan seniman. Mereka adalah penggiat seni dan budaya kelas dunia pun banyak bermukim disini.
“Mereka menghasilkan banyak ragam karya film, seni rupa, seni lukis, musik, dan sastra, yang bisa pentas di panggung- panggung nasional dan internasional,” kata Uten.
“Namun komunitas budayawan dan seniman yang tergabung dalam Dewa Kesenian Kota Tangsel (DKTS) justru kurang greget dan kesulitan menemukan fungsi vital karena seringkali terjadi disintegrasi dengan kebijakan pemerintah kota,” beber Uten.
Yang keenam, tegas Uten adalah elit sosial keagamaan. Kota ini memiliki motto relijius. Itu tidak salah, meskipun tak sepenuhnya benar.
“Namun, sikap reliji yang ditampilkan kaum elit agamawan cenderung masih berupa panggung pentas, bertolak belakang dengan realitas sosial yang ada,” pungkas Uten.
Uten menambahkan, kemiskinan dan ketimpangan sosial, praktek prostitusi dan korupsi di banyak lingkungan masyarakat dan pemerintahan belum mendapat perhatian dan sentuhan kelompok ini
“Begitulah potret yang ada. Polarisasi elit di atas memperlihatkan bahwa Tangsel sebenarnya kaya dengan potensi sumber daya manusia unggul,” tandas Uten.
Laporan: Sulistyawan