KedaiPena.Com – Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menilai kalau wacana penambahan kursi pimpinan MPR RI menjadi 10 orang, akan percuma jika hanya sekadar simbolik untuk mengakomodasi semua partai politik.
“Kalau simbolik kan ya tidak rasional, hanya simbolik supaya semua partai harus dalam kepemimpinan. Saya enggak tahu kalau itu sih simbolik, tapi kalau fungsional enggak ada fungsinya,” kata Fahri kepada wartawan usai menjadi keynote speech pada cara Seminar Nasional yang diselenggarakan BAKN DPR RI bertema “Mengawal Akuntabilitas Keuangan Negara” di Gedung Nusantara IV DPR RI, Rabu (21/8/2019).
Fahri menjelaskan bahwa fungsi kepemimpinan MPR dan DPR berbeda. Pimpinan MPR, tugasnya simbolik seperti menerima tamu, memimpin sidang pun hanya sekali dalam setahun atau sekali dalam lima tahun.
Dia pun merincikan tiga kewenangan pimpinan MPR saat ini, yakni memimpin sidang paripurna pelantikan presiden, amandemen Undang-Undang Dasar 1945, dan memimpin sidang pergantian apabila presiden diimpeachment.
“Tidak ada yang terlalu menuntut sikap permanen dari kepemimpinan MPR itu,” ucap Fahri seraya membandingkan dengan pimpinan DPR atau DPD.
Untuk DPD maupun DPR, kata inisiator Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI) ini, pimpinan DPR harus memimpin rapat pimpinan, rapat badan musyawarah tiap pekan.
“Belum lagi rapat paripurna rutin. Sehingga kepemimpinan DPR permanen,” sebutnya.
Karena itu, Fahri menilai jika penambahan kursi pimpinan MPR menjadi 10 orang untuk saat ini, belum memungkinkan. Tapi jika periode berikutnya undang-undang diubah, silahkan saja.
“Untuk saat ini, aturannya belum ada. Mungkin di DPR mendatang datang akan ada perubahan, kami persilakan,” pungkasnya.
Sebelumnya, usul menambah jumlah pimpinan MPR datang dari Wakil Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional Saleh Partaonan Daulay. Ia mengatakan penambahan kursi MPR dibutuhkan untuk mencegah perebutan kursi MPR yang saat ini jumlahnya 5.
Partai politik terbelah menyikapi usulan PAN tersebut. Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan kompak menolak usulan tersebut.
Ketiganya berpendapat, sebaiknya pimpinan MPR mendatang dipilih berdasarkan Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) yang saat ini berlaku. Sementara, Partai Gerindra menyatakan mendukung usul tersebut.
Laporan: Muhammad Hafidh